Rabu, 14 September 2011

Tahu Saat Berhenti (1)

Orang tua kita dulu sering menasehati untuk berhenti makan sebelum kenyang. Ini sebetulnya nasihat penting yang bisa berlaku untuk banyak hal. Kita tahu ada orang yang begitu sulit untuk menghentikan kecanduannya pada rokok, kopi atau obat-obatan, meskipun tahu hal itu merusak kesehatannya. Ada pakar manajemen yang baru-baru ini mengutip slogan sebuah merek furniture: “Sudah Duduk, Lupa Berdiri”, untuk menggambarkan orang yang kecanduan pada kekuasaan. Hal ini memang kita lihat menggejala pada para penguasa, yang belum-belum sudah memikirkan bagaimana melanjutkan tampuk kekuasaannya untuk periode yang akan datang, daripada memikirkan kepentingan kelompok atau bangsa yang lebih luas dan mulia. Kecanduan didahului dengan gejala tidak mampunya seseorang untuk berhenti sejenak, mengevaluasi, menentukan arah kembali dan menetapkan langkahnya.

Kemampuan untuk “berhenti” erat kaitannya dengan kekuatan mengontrol dan mawas diri. Sebelum sebuah situasi mencapai klimaks, menurun atau menjadi destruktif, setiap orang perlu memikirkan cara untuk menghentikan prosesnya. Mesin yang dipacu terus-terusan tanpa henti akan meledak dan lebih cepat rusak ketimbang yang secara teratur menjadualkan berhenti untuk maintenance. Kita perlu waspada kapan harus menghentikan gaya hidup tidak sehat sebelum menyesali diri saat mengetahui penyakit yang mematikan tahu-tahu sudah mengerogoti. Orang perlu tahu kapan saatnya berhenti memarahi orang yang jelas-jelas salah, sebelum kemarahannya jadi merusak hubungan, bahkan menghancurkan esteem dan kepercayaan diri yang bersangkutan. Kita sendiri pun rasanya perlu mawas diri dan mengecek kapan kita merasa “cukup” dengan kekuasaan dan uang yang kita kejar.

sumber : (Dimuat di KOMPAS, 11 Juni 2011)

Berlanjut ke tulisan selanjutnya

Tidak ada komentar: