Minggu, 09 Juni 2013

Ngorok...(3)

Tiba pada hari yang ditentukan, sore jam 16.00 si teman ini masuk rumah sakit, untuk rawat inap. Proses pertama yang harus dilakukan adalah rekam jantung (EKG). 10 menit kemudian, dia masuk ke ruang rawat inap dan melakukan aktivitas seperti biasa, makan, sholat maghrib, isya dan tidur pada jam 22.00.
Pukul 23.00, ia yang hampir terlelap, dibangunkan karena suster akan melakukan pemberian infus. Hal yang mungkin agak membuatnya ciut. Yang ditakutkan adalah, jika suster ini, tidak ahli dalam mencari vena dan harus berulang kali melakukan suntikan.

Ternyata yang dikhawatirkan terbukti. Tangan kiri-nya tak bisa menampakkan pembuluh vena, sehingga penusukannya harus diulang. Padahal si teman ini cukup merasakan sakit saat pembuluh vena di tangan kirinya ditusuk. Justru karena pembuluh vena ini jarang digunakan, dan karena saking takutnya pembuluh vena ini malah menghilang dan pemberian infus harus dicoba dari tempat lain. Duh...kebayang kan ngilunya.

Akhirnya si teman ini bilang ke susternya 'Dari tangan kanan aja suster, biasanya juga yang kanan lebih mudah'...Akhirnya si suster meminta maaf sebelum melakukan pemberian infus di tangan kanan. Si teman ini pun merelakan tangan kanannya untuk ditusuk. Karena terbayang sakitnya, pembuluh vena  di tangan kanan ini sempat menghilang. Tapi akhirnya berhasil setelah ketiga kali mencoba. Alhamdulillah, Sekarang infus sudah berjalan lancar dan si teman ini tidur lelap.

Sampai jam 1.30 pagi si teman terbangun dan ingin minum air.Tapi dia sudah harus melakukan puasa, karena operasi akan dilakukan jam 7.30 pagi. Dia mengurungkan niatnya untuk minum. Tiba-tiba ada suster yang menyuntikkan obat jam 5.00. Katanya untuk persiapan operasi. Terasa agak nyeri waktu obat itu masuk ke dalam pembuluh vena. Sejenak kemudian ada seorang suster yang melakukan test untuk alergi terhadap obat. Proses ini malah membuat takut si teman tadi, karena ini proses test alergi obat yang pertama kali dialaminya.

Saat itu suster hanya berkata,' Ini untuk test alergi terhadap obat, agak perih dan sakit ya bu. Tolong ditahan, pas saya suntik dan tangannya jangan ditarik. Karena kalau ditarik,nanti akan dilakukan test ulang dan ditusuk kembali'..Waduh..pikir si teman, 'Sakitnya seperti apa ya..?' Belum sempat pertanyaan di benaknya terjawab, dia harus merelakan lengan kirinya ditusuk, kali ini suster itu gak bohong. terasa perih dan sakit. Hampir saja si teman ini menarik lengannya, kalau tidak ingat 'ancaman halus' dari suster ini. Terasa tak enak menahan perih dan sakit di lengan kirinya.

Alhamdulillah..selesai sudah test alerginya. Suster itu akan kembali beberapa menit lagi dan melihat hasilnya.
Tidak ada alergi pada obat tersebut, dan test alergi dinyatakan berhasil. alhamdulillah...
Berikutnya jam sudah menunjukkan 7.00, waktunya sudah mendekati waktu operasi yang dijadwalkan. si teman ini berusaha terus berzikir pada Allah SWT, memohon pertolongan, ampunan dan ridhoNya. Sehingga operasi berjalan lancar dan penyakitnya bisa sembuh. Suster juga telah memberikan baju operasi untuk dikenakan si teman ini. Dan harus dikenakan tanpa pakaian dalam.

2 orang suster datang menjemput, bukan kursi roda yang dibawa, tapi tempat tidur yang tengah ditiduri si teman ini. Masuk ke ruang pre-operasi, hatinya mulai agak gelisah meski sepertinya sudah terlambat kalau dibilang takut...hehe...
Eh,pak dokter THT keluar dengan masker dan tudung kepala serta kacamata. Hmm,si teman ini berpikir, pak dokter makin kelihatan berwibawa dengan pakaian operasi. Pak dokter THT datang menyalami si teman ini, dan bilang 'Apa kabar mbak? Gimana tidurnya?Nyenyak.'
Dalam hati si teman ini, lho kok nanya tidurnya...asbun kali pikirnya...atau mungkin biar pikiranku agak tenang.
Si teman menjawab,'Baik dok.' singkat sambil senyum sedikit...karena dah mau eksekusi.
Pak dokter bilang lagi,'Hari ini kita operasi ya mbak, mbak tenang aja. Mudah-mudahan nanti akan lebih baik setelah operasi.'
Si teman menjawab lagi'Iya dok, amiin.Mudah-mudahan membaik'

Ada beberapa dokter yang telah siap,salah satunya menyapa si teman yang akan operasi ini 'Apa kabar bu ? dah siap ya mau operasi ?'
Si teman menjawab 'Iya dok,Insya Allah sudah siap.'katanya sambil berusaha tersenyum.

1 menit kemudian si teman pindah ke tempat tidur yang lebih kecil dari ukuran tempar tidur perawatan yang tadi dipakainya. Tempat tidur inipun juga hanya membawa dari ruang pre-operasi ke ruang operasi. Suhu didalam ruang operasi begitu dingin. Si teman ini sempat kedinginan, untungnya salah seorang dokter mengetahui hal ini dan mematikan salah satu AC di ruang operasi.

Masuk dalam ruang operasi menyisakan sedikit ketakutan di hati si teman ini. Tapi dia pasrah,apapun yang terjadi, ini sudah merupakan ketetapan Allah SWT dan dia siap menjalaninya sebagai bakti seorang hamba pada Allah SWT.
Kini si teman harus berpindah ke meja operasi yang ukurannya bahkan hanya selebar tubuh orang dewasa,pinggiran meja operasi terasa dingin karena terbuat dari stainless steel. Dibagian atas, tidak ada bantal untuk kepala,bahkan tempat untuk kepala dibuat berlubang,agar kepala bisa masuk kedalamnya, tetapi leher tetap bisa tersangga dengan baik. Tangan kanan si teman ini ditaruh di suatu penyangga, dengan jarum infus yang tertancap di tangan kanan, praktis si teman tidak bisa bergerak lagi karena tangan kanannya diikat ke suatu tempat dan telunjuk kanannya dihubungkan dengan alat yang mendeteksi jantung sehingga terlihat detak jantung di layar monitor. Kaki dan badan si teman juga terikat di meja operasi

Dokter anastesi mendatangi si teman ini dan berkata, 'Sudah siap ya bu. Mari kita mulai'
Dokter anastesi memberikan masker dan didalamnya ada uap yang menghembus. Sepertinya ini adalah obat bius. Si teman yang sudah dalam keadaan pasrah, mau tak mau menghirup uap yang menghembus. Lama kelamaan dia tak ingat lagi apa yang terjadi disekelilingnya. Dia telah terbius oleh obat bius yang diberikan.

Setelah 2 jam kemudian,dia merasa tubuhnya diguncang-guncang dibawa dari ruang operasi ke ruang perawatan, dan tiba-tiba sudah mendapati kembali di tempat tidur ruang perawatannya. Badannya terasa lemas semua, ia mendengar sekelebatan suara, suara kedua orang sepupunya yang ada disekelilingnya. Matanya masih terasa berat dan terasa sulit untuk dibuka. Ia mencoba membuka matanya. sebuah gumpalan perban bertengger di hidungnya. Hidungnya pun terasa penuh dan tak bisa digunakan untuk bernafas.

Bersambung ke Ngorok...(4)

Sabtu, 08 Juni 2013

Ngorok...(2)

Teman tadi kemudian mengkonsumsi obat-obatan yang membuatnya lebih baik dalam 2 minggu terakhir. Sebelum dia kembali ke dokter untuk periksa kembali.Memastikan apakah diagnosis dokter benar atau tidak.
Seminggu setelah itu teman tadi membawa hasis rontgen dari radiologi ke dokter THT.
Dari hasil terlihat ada Hyperthrophy Concha.

Hyperthrophy Concha adalah istilah dalam dunia kedokteran tentang bertambahnya volume rongga konka (rongga yang memberikan kelembaban pada udara yang kita hirup). Hiperthrofi konka inilah yang membuat tidurnya mengorok pas malam hari.
Dan dokter THT menyarankan pada teman tadi untuk melakukan konkotomi.
Nah kan, ternyata dari gejala yang kita anggap sepele...bisa jadi masalah besar karena kita mungkin terlalu menyepelekan hal yang kita anggap kecil.

Si teman tadi mengira, ngorok adalah akibat dari kegemukan yang memang sudah lama dialaminya. Mungkin saja itu benar, tapi tidak sepenuhnya berpengaruh terhadap ngorok yang dialaminya.
Tak ada yang seratus persen benar, tapi juga tak sepenuhnya salah.

Setelah melakukan pemeriksaan lab dan rontgen, si teman ini memberanikan diri untuk mempersiapkan mental dan fisiknya untuk melakukan operasi konkotomi. Dokter THT pun memberikan penjelasan tentang proses dan pemeriksaan mendalam tentang proses operasi konkotomi. Antara setengah takut dan hati yang tak karuan, sambil terus berdoa dan mencoba berpikir positif, si teman ini akhirnya setuju untuk operasi.

Pada proses cek laboratorium yang pertama, teman ini sempat kaget dengan hasil test darahnya karena mengalami leukosit yang nilainya diatas normal. Dokter THTpun tak berani ambil resiko. Takut terjadi pendarahan dan hal yang tidak diinginkan. Rencana operasi kali ini harus ditunda dan mau tak mau si teman ini harus mengkonsumsi obat antibiotik dan berharap bisa menurunkan nilai leukositnya.

Tiga hari setelah mengkonsumsi obat antibiotik, si teman ini kembali cek darah dan hasilnya cukup memuaskan, leukositnya turun dan nilainya mendekati nilai normal. Dokter THT pun berani mengatakan bahwa operasi bisa dijalankan dan berharap resiko akan perdarahan akan kecil dan bisa berjalan lancar.

Antara takut dan berusaha menguatkan mentalnya. Si teman ini berpikir bahwa ia begitu ingin bisa bernapas lega dan lepas dari ngoroknya. Meski ini bukan satu-satunya jalan. Tapi dia berpikir bahwa usaha yang dia lakukan juga agar dia bisa lebih mendampingi si kecil dalam belajarnya di sekolah.

Bersambung ke Ngorok...(3)