Senin, 10 Oktober 2011

Tanda Tanya (part 2)

Tanda tanya itu kini terjawab sudah.
Dia menemani sang kakak yang yang mau ke bandara.

Pantesan HP-nya nggak aktif, Karena dia juga buru-buru pagi itu.

Alhamdulillah, tanggal 30-nya dia muncul didepan rumah...membawa 2 bungkus roti, untukku dan sikecil.
Duh...tersanjung rasanya, dia memperlakukan diri ini sedemikian rupa.

Semoga Allah SWT selalu memberikan yang terbaik untuknya

Amin

Kamis, 29 September 2011

Tanda Tanya (part 1)

Heran....tiba-tiba aja hari ini dia menghilang...telpon gak aktif, sms gak dijawab
Ada apa sebenernya...

Dicoba kembali untuk telpon sejak jam 8 pagi, jam 12 siang, jam 3 sore, jam 7 malam..masih tidak ada tanggapan. Padahal kemarin sampe jam 11 malam dia masih sms.
Aneh juga...gak biasanya seperti ini.

Semoga dia gak apa-apa

Semoga Allah SWT selalu melindungi dirinya. Amin

Senin, 26 September 2011

9 Pertanyaan Tersulit Saat Wawancara Kerja

Seseorang akan dipanggil wawancara terlebih dahulu sebelum diterima bekerja. Momen ini adalah saat dimana Anda akan dinilai dan dikenal secara singkat oleh perekrut dari perusahaan. Dari sekian banyak kandidat yang tersaring, wawancara kerja akan menentukan apakah Anda layak diterima atau tidak.

Bagi pewawancara, pertanyaan yang diberikan haruslah kreatif dan menjawab apa yang dicari dari sebuah jabatan. "Pertanyaan tak hanya digunakan untuk menentukan kemampuan berpikir dan menjawab seseorang secara langsung, namun juga melihat kreativitas dan kemampuan menyelesaikan masalah," ujar Dale Austin, direktur pelayanan karir di Hope College, Michigan kepada situs Forbes.

Beda dengan apa yang dikatakan oleh headhunter (pencari kandidat kerja) veteran, Chuck Pappalardo. Ia menjelaskan bahwa pertanyaan yang diajukan tergantung pada kepentingan dari perusahaan itu sendiri. "Kebanyakan pertanyaan bertujuan mengukur apakah seseorang bisa bekerja di tempat mereka, dan memiliki latar belakang yang tepat sebagai pegawai yang baik, ujarnya menambahkan.

Berikut 9 pertanyaan sulit yang dilontarkan para perekrut dan jawaban yang sebaiknya Anda berikan untuk memberikan impresi terbaik di matanya.

1. Aktivitas selama menganggur?

Saat berhenti bekerja dari tempat yang lama, mungkin Anda belum mendapatkan pekerjaan yang baru. Sebaiknya Anda memang memiliki aktivitas untuk mengisi kekosongan tersebut. Jawablah dengan daftar kegiatan Anda yang positif, karena pewawancara akan memaklumi bahwa mencari pekerjaan tidaklah mudah dan menghargai usaha Anda untuk tetap sibuk selama menganggur.

2. Masalah terakhir yang Anda selesaikan?

Pertanyaan kreatif ini bertujuan mengenali kemampuan Anda dalam menghadapi dan menyelesaikan sebuah masalah. Dengan mengingat masalah apa yang Anda temui di pekerjaan sebelumnya, dan bagaimana cara menyelesaikannya, pewawancara bisa membayangkan seperti apa karakter profesional Anda.

3. Kekurangan/kelemahan diri Anda?

"Orang yang tidak bisa menjawab pertanyaan ini justru terlihat aneh dan mengkhawatirkan," ujar Jim Link, direktur manajer perusahaan sumber daya Randstad. Tidak ada yang salah dengan menyebutkan kelemahan diri, namun buatlah kelemahan tersebut sebagai sesuatu yang positif.

4. Risiko terbesar yang pernah Anda ambil?

"Beberapa posisi membutuhkan kemampuan untuk bangkit kembali dengan cepat saat mengalami kegagalan," ujar Dale Austin. Hal ini penting bagi pewawancara untuk melihat seberapa beranikah diri Anda untuk menempuh sebuah jalan yang baru untuk sukses atau mengatasi kegagalan.

5. Kritik seperti apa yang pernah didapat dan apa yang dilakukan menghadapinya?

Biasanya, pewawancara akan menanyakan hal ini dengan meminta Anda untuk bercerita. Pertanyaan ini dimaksudkan untuk mengetahui kritik yang pernah menempel pada diri Anda dan upaya apa saja yang telah dilakukan untuk memperbaikinya.

6. Bagaimana menghadapi tim kerja yang tidak sejalan dengan Anda?

Lynne Sarikas, direktur pengembangan karir di Universitas Bisnis Northeastern, menjelaskan bahwa pertanyaan ini harus dijawab dengan seberapa fleksibel karakter Anda menghadapi tim kerja yang tidak sejalan. Saat pewawancara memahami apa yang terjadi dengan tim kerja sebelumnya, ia juga akan membayangkan pengalaman seperti apa yang telah Anda dapat dari 'ketidakcocokan ide' tersebut.

7. Perubahan apa yang ingin Anda lakukan dari pekerjaan terakhir?

Jangan sampai terjebak dengan pertanyaan ini. Membicarakan tentang kejelekan sistem kantor, rekan kerja, atasan dari kantor sebelumnya sangat tidak dianjurkan. Cukup fokus kepada perubahan diri sendiri dan performa kerja yang ingin dicapai lebih baik. Banyak pelamar yang terjebak menjadi 'curhat' tentang perusahaan sebelumnya dan justru malah mencoreng nama baik mereka sendiri.

8. Ceritakan tentang diri Anda

Terdengar simpel, namun tidak demikian. Kebanyakan orang akan mengulang apa yang telah dituliskan di C.V dan bukan itu yang ingin didengar pewawancara. Jana Fallon, ahli rekrut pegawai mengatakan, "jawab dengan singkat sekitar satu sampai dua menit. Ceritakan tentang pendidikan, pengalaman kerja dan fokus di aktivitas pekerjaan terakhir. Tetap di jalur profesional, jangan sampai melewatkan poin-poin plus diri Anda.”

9. Kenapa kami harus merekrut Anda?

Pertanyaan yang paling sering diajukan, namun paling tidak siap dijawab oleh tiap pelamar. Pelajarilah posisi yang Anda lamar, dan apa kelebihan diri Anda yang bisa ditawarkan. Perekrut juga ingin tahu keahlian dan pengetahuan yang Anda miliki terkait dengan posisi yang ditawarkan. Jawaban yang berhubungan dengan pengalaman dari posisi terakhir Anda bisa menjadi referensi yang menarik.

Sumber : wolipop.com, September 2011

Anda Harus Cari Pekerjaan Baru Karena 6 Hal Ini

Bekerja untuk hidup merupakan konsep yang dianut di masa lalu. Hal ini terlihat dari pola dimana seseorang lulus kuliah, mencari kerja, mendapat kerja, mengabdi bertahun-tahun hingga naik jabatan dan kemudian pensiun.

Di masa penuh ketidakpastian seperti sekarang ini, konsep tersebut sudah banyak ditinggalkan. Banyak orang berpindah-pindah kerja maupun bidang keahliannya guna mencari keamanan finansial. Disarankan pula selama bekerja dalam sebuah perusahaan, ia sudah mulai membangun usaha sendiri agar tetap bisa bekerja dan tidak mengandalkan dana pensiun saja di hari tua nanti.

Selama mencari pekerjaan yang membuat diri nyaman, entah itu faktor finansial maupun lingkungan kerja, seseorang pasti membutuhkan alasan kuat mengapa ia harus meninggalkan posisinya sekarang dan keluar dari zona aman. Dilansir oleh Helium dan berbagai sumber, berikut beberapa alasan kuat yang membuat seseorang mempertimbangkan untuk mencari pekerjaan baru.

1. Uang

Ini adalah alasan utama seseorang mencari pekerjaan baru. Hampir setiap orang merasa gajinya kurang dan pantas untuk dibayar lebih. Dalam dunia penjualan, pasti tidak ada yang pernah puas, mengingat pekerjaannya selalu dikejar target. Jangan pernah mengungkapkan hal ini saat diwawancara di tempat baru karena hanya akan membuat Anda terlihat seperti 'mata duitan'. Katakanlah secara halus dengan menyebutkan bahwa sudah saatnya Anda perlu 'diberikan tanggung jawab lebih'.

2. Promosi Jabatan

Setelah bertahun-tahun mengabdi, memberikan prestasi yang gemilang, jam lembur yang tak pernah dibayar, hingga usaha lebih membantu rekan kerja, ternyata semua itu tidak ada artinya di mata para atasan. Ya, rasanya memang tidak adil, dan daripada termakan rasa benci dan penyesalan, jalan terbaik adalah mencari tempat kerja baru yang bisa mengapresiasi talenta dan dedikasi Anda. Hal ini juga pantang diungkapkan saat wawancara kerja di tempat baru, cukup katakan bahwa Anda belum mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan diri di tempat yang lama.

3. Relokasi

Anda harus dipindahkan ke daerah untuk sebuah posisi baru atau memonitor kantor cabang. Ternyata hal ini bertentangan dengan hati nurani, mulai dari tidak kuat jauh dari pasangan, orangtua maupun para sahabat. Meninggalkan pekerjaaan karena masalah geografis bisa menjadi hal yang sulit. Sebelum memutuskan untuk berhenti bekerja, pastikanlah hal ini memang krusial sifatnya dalam hidup Anda.

4. Politik Kantor

Memiliki rekan kerja yang menyenangkan, bisa menambah daftar teman dalam hidup Anda. Meskipun tidak lagi bekerja bersama, Anda pasti bisa terus berkomunikasi. Namun beda halnya dengan orang yang selalu bertindak tidak pantas kepada Anda atau rekan kerja yang menyebalkan. Menjalani hari-hari kerja dengan kehadiran dirinya membuat tingkat stress makin tinggi dan rasa tidak nyaman yang luar biasa. Sebelum mempertimbangkan hal ini, introspeksilah diri baik-baik. Belum tentu diri Anda benar dan justru malah Andalah yang bersikap tidak sepantasnya. Mengungkapkan hal ini kepada pewawancara kerja di tempat baru hanya akan membuat Anda dicap sebagai orang yang sulit beradaptasi.

5. Perusahaan Rugi

Ekonomi yang tidak pasti, persaingan pasar yang ketat, hingga ketidakmampuan perusahaan dalam beradaptasi akan membawa seluruh 'isi kapal' perusahaan tenggelam dan terpuruk. Kabar burung seputar PHK hingga pengurangan gaji dan segala fasilitas juga membuat para pekerja khawatir akan masa depan mereka. Hal ini tentunya bukan kendali Anda, dan menyedihkan rasanya jika Anda harus meninggalkan perusahaan akan hal tersebut. Pastikan Anda akan mendapat tunjangan yang sesuai saat perusahaan dinyatakan pailit, dan jangan katakan hal yang menjelek-jelekkan perusahaan lama kepada perusahaan baru.

6. Kutu Loncat

Istilah kutu loncat memang tidak enak didengar, apalagi jika hal tersebut telah menempel pada seseorang. Jangan jadikan hal tersebut sebagai kekurangan. Dalam banyak kasus, orang yang sering pindah kerja memang memiliki kemampuan dan keahlian yang di luar standar, sehingga banyak perusahaan yang ingin menarik dirinya bergabung. Dalam hal ini, pastikan Anda mendapatkan penawaran yang jauh lebih baik dari perusahaan sebelumnya. Jauh lebih baik berarti dua hingga lima kali lipat dari jumlah gaji sebelumnya. Jika tidak, buat apa mempertaruhkan nama baik dan dicap sebagai orang yang tidak berdedikasi?

Sumber : wolipop.com, September 2011

Kamis, 22 September 2011

Perlunya bisa mengerjakan pekerjaan praktis

Heeh...judulnya berat bener sii..
Bukan maksudnya begini...bulan Ramadhan sudah berlalu, dan kini masuk ke bulan Syawal.
Di tiap rumah tangga, segala kerepotan pekerjaan telah menunggu...dan biasanya...si mbok/si bibi/si mbak yang membantu pekerjaan kita masih di kampung. Mungkin balik lagi, mungkin nggak..

Saya pribadi dah beberapa tahun terakhir menggunakan jasa si mbak, dan fine-fine aja karena si mbak janji akan balik lagi. Tapi...mulai tahun ini si mbak mengakhiri masa lajangnya dengan tragis...Jadi sangatlah sulit diharapkan  kembali lagi membantu kami dalam menjalani kehidupan.
Pada saat itu, sebenernya nggak apa kalau si mbak gak datang lagi. Toh mungkin bisa dapet orang baru yang lebih baik. Menunggu si mbak baru datang ini yang prediksinya sulit dikontrol.

Sebelumnya kita sudah nyaman dengan keadaan sebelumnya, saat si mbak masih ada...jadi pas nggak ada jadi bingung dee...dan ini pasti masalah klasik yang terjadi di hampir setiap rumah tangga, setiap tahunnya.
Nggak tahu gimana ujungnya...yang pasti tiba-tiba cucian numpuk, piring banyak yang kotor, eh tamu dateng terus-terusan, rumah jadi kotor dst....

Jika saat itu tiba, saya pribadi melihatnya sebagai latihan buat diri masing-masing. Bahwa disitulah letak keindahan dan seninya, ketika si mbak/si bibi/si mbok pulang mudik dan gak balik lagi. Bisakah kita mengurus rumah kita sendiri ? Bisakah tanpa mereka hidup kita tetap enjoy ? Toh sebelumnya mereka juga gak ada kan ?

Untuk urusan ini,orang tua yang baik seharusnya memberikan pengetahuan tentang pengetahuan praktis tentang pekerjaan rumah. Misalnya pembagian tugas pekerjaan rumah, misal si A menyapu dalam rumah, si B mengepel, si C menyapu luar rumah, si D membantu Ibu memasak...dst..
Wajiblah hukumnya orang tua mengajarkan kepada anak tentang pemeliharaan rumah melalui kegiatan bersih-bersih ini. Bukan untuk menyiksa anak. Tetapi mengajarkan kemandirian, tujuannya agar setelah mereka dewasa dan menikah, mereka tak lagi canggung dengan pekerjaan rumah. Tak lagi kebakaran jenggot kalau si mbak gak ada, tak lagi mengeluh karena rumah kotor, dan hal ini mengajarkan juga saling menghargai diantara penghuni rumah. Toh jika anak telah dewasa, punya pekerjaan dan gaji yang cukup mereka tetap bisa menyewa si mbak lagi, dan mereka bisa menjadi supervisi pekerjaan si mbak bener atau nggak.

Kalaupun si mbak gak bisa disewa lagi karena sesuatu hal atau gaji anak tak cukup untuk menyewa si mbak, kita orang tua bisa tersenyum bangga, karena anak kita bisa jadi pahlawan di keluarga dan juga di kantor karena bisa mengatasi pekerjaan rumah yang ruwet.

Sudahkah kita para orang tua mengajarkan pengetahuan praktis ini ? Jawabannya ada di diri kita masing-masing.

Rabu, 14 September 2011

Zona Tidak Nyaman(2)

Di tulisan ini ada beberapa hal yang ingin saya bagikan kepada rekan-rekan semua.

Pada saat kita merasa nyaman terhadap apa yang sudah jadi bagian dari hidup kita, yakinlah bahwa Allah SWT sedang menguji kita dengan kenyamanan tersebut.
Dengan kenyamanan tersebut, kita bisa saja lupa bahwa hidup kita harus bergerak, harus berputar dan harus maju...jangan diam di tempat atau bahkan mundur.

Jika kita masih merasa nyaman, ada kemungkinan bahwa kita diam ditempat, atau sedang menata ulang dengan apa yang telah terjadi, dan sedang merencanakan masa depan yang lebih baik.
Janganlah lupa pada cita-cita semula agar hidup kita bahagia dan lebih baik.

Semoga dapat bermanfaat

Zona Tidak Nyaman(1)

Perusahaan tentu saja berharap para karyawan baru menunjukkan sikap ‘excited’ dengan tempat kerja barunya. Dalam sebuah sesi orientasi karyawan baru, seorang pimpinan unit kerja menyampaikan pada sejumlah karyawan, betapa pentingnya mengkontribusi pikiran dan hati di tempat kerja. Seorang karyawan kemudian mengajukan pertanyaan,”Bagaimana bila hati kita tidak bisa kita curahkan sepenuhnya, karena kita belum benar-benar happy dengan tempat kerja kita?” Ini tentu saja pertanyaan jujur dan seringkali sulit kita jawab.

Terus terang, inilah kenyataan yang kerap dihadapi, baik oleh pemberi kerja ataupun orang yang bekerja. Tak jarang lingkungan atau tempat kerja tidak selalu nyaman sebagai tempat berkreasi atau rekreasi buat kita. Bisa saja kita tidak cocok dengan suasana kerjanya, suasana pertemanan, atasan yang tidak adil, cara berkomunikasi, praktik bisnis atau bahkan kultur perusahaan. Namun, bisakah kita langsung mengambil langkah menghindar dari suasana kerja tidak nyaman seperti itu? Tentu tidak semudah itu, bukan? Kita pasti mempertimbangkan penghasilan, tunjangan yang kita terima dan keluarga yang butuh “dihidupi”. Lalu, bagaimana harus bersikap? Apakah kita harus seumur hidup bertahan, berangkat kerja setiap hari dengan perasaan berat?

Suasana tidak nyaman yang kita hadapi bisa juga karena situasi yang lebih luas. Misalnya saja: Kondisi jalan macet, jarak rumah kantor yang harus ditempuh dalam 2 jam, kasus-kasus korupsi yang tidak kunjung terang, ketidakjelasan aturan bermasyarakat, yang semuanya menyebabkan kita merasa ‘tidak betah’ di lingkungan, bahkan negara sendiri. Pertanyaannya, ke mana kita mau lari? Betapa banyak orang yang bernasib seperti kita, dengan alasan-alasan yang bervariasi. Tentu tantangannya adalah tetap berpegang pada prinsip, profesionalisme dan menjaga sikap agar tidak lebih dalam lagi tenggelam dalam rasa ‘tidak happy’ tadi.

Realitas sebagai Landasan untuk Maju

Berada di satu posisi yang baik dalam waktu lama pun bisa membuat kita bosan dan menyebabkan kita merasa ‘uncomfortable’. Namun, membiarkan perasaan tidak puas bersarang tanpa action tentunya akan merusak pribadi. Kita tahu bahwa menebar keluh kesah, tanpa mengolah diri sendiri, tak akan menghasilkan sesuatu yang positif, apalagi perbaikan. Di luar semua ketidakpuasan dengan pekerjaan, kita tentu harus bersyukur karena paling tidak masih punya pekerjaan di tengah keadan ekonomi yang tidak bersahabat.

Kita sering tidak menyadari bahwa dengan kreativitas dan daya inovasi yang kita miliki, sesungguhnya 100% otonomi dalam pekerjaan berada di tangan kita. Keyakinan ini yang harus kita tanamkan dulu bila kita ingin membuat pekerjaan kita lebih menarik. Dengan keyakinan ini, kita jadi punya power untuk me-“re-energize” dan menciptakan image baru dalam pekerjaan kita, kemudian menterjemahkannya ke dalam motif, kekuatan dan ‘passion’ yang segar. Jika kita mau sedikit berusaha, kita bisa lihat banyak sekali hal yang bisa dilakukan tanpa perlu mengganggu konstelasi pekerjaan yang ada. Kita bisa bersikap proaktif dan melakukan ‘brainstorming’ kecil-kecilan untuk melakukan perbaikan dengan biaya seminimal mungkin. Kita masih punya pilihan untuk meningkatkan tanggung jawab, misalnya dengan mengajak teman-teman mengambil hal yang terbaik dari yang terburuk.

Kotak-katik cara kerja, pembenahan hubungan kerja dan persepsi kita mengenai pekerjaan pemetaan ulang daftar tugas kita betul betul bisa membawa nuansa baru dalam pekerjaan kita. Dengan spirit “job crafting’ , kita bisa merasakan timbulnya energi untuk bukan sekedar berbuat lebih baik dari waktu ke waktu, tetapi juga berusaha menikmati tugas dan pekerjaan sebagai hasil kreasi kita. Dengan perasaan:” sayalah penentu cara kerja saya” , “sense of control” menguat terhadap apa yang kita kerjakan, sehingga kita bebas menarikan,menyanyikan dan berlari dalam pekerjaan sendiri.

(Dimuat di Kompas, 12 Juni 2010)

Tahu Saat Berhenti (4)

Diakhir bagian dari tulisan yang sudah ada sebelumnya. Sebenarnya, saya ingin berbagi sedikit pengalaman saya beberapa bulan terakhir.

Saya pernah bekerja di salah satu perusahaan swasta, hampir 9 tahun lamanya. Karir saya sempat menanjak pada tiga tahun pertama. Tapi setelah itu karir seakan berhenti total.
3 tahun, 4 tahun, 5 tahun, 6 tahun sesudahnya saya alami tanpa peningkatan karir. Kebetulan setelah 3 tahun pertama saya menikah dan memiliki anak. Sehingga memang agak berat untuk ibu bekerja seperti saya mengatur rumah dan kantor setiap harinya tanpa dukungan dari siapapun.
Tapi saya berpikir, karir saya tidak boleh berhenti. Karena konsep saya berkeluarga adalah keseimbangan antara kantor dan rumah. Tapi menuju ke keseimbangan bukanlah suatu pekerjaan yang ringan.
Setelah saya memutuskan menjadi single parent, saya malah makin percaya diri. Tahapan ini juga bukan hal yang mudah untuk dilalui. Tetapi dukungan yang saya dapat dari teman,sahabat dan keluarga sangat membantu saya memulai hidup baru saya.

Setelah memasuki tahun ke 7, saya mulai bertanya pada diri sendiri, apa saya memang harus stuck di karir yang sekarang, atau memang dari atasan tidak ada keinginan untuk mengangkat saya di jenjang karir saya.
Di kantor saat itu ada perubahan besar...organisasi mulai diarahkan pada hal-hal yang sifatnya 'dipaksakan'. Ada semacam politik kantor yang terlihat tapi tidak terlihat.Tidak terkecuali pemimpin organisasi yang entah darimana munculnya, tiba-tiba saja menjadi pimpinan di organisasi kami. Situasi menjadi 'kondusif' yang dipaksakan...ada hal yang janggal disana.

Saat itu saya sudah merasa, mungkin ini saatnya saya berhenti dari tempat kerja saya. Tidak mudah mencari pekerjaan yang sesuai ketrampilan dan pengalaman yang saya punya. Dan akhirnya 2 tahun berlalu dan kini sudah mencapai tahun ke 9...
Oooo....Hampir 9 tahun saya mengabdi, tapi tetap tidak ada ketulusan dihati pemimpin organisasi kami. Entah karena dia telah lama berada diatas, sehingga enggan turun...atau malah sebaliknya...ingin melanggengkan kekuasaannya.
Hampir tiap malam, menjelang tahun ke 8 - 9 saya lalui dengan menangis. Tidak hanya airmata, tetapi juga sholat malam yang disertai airmata hampir selalu mendera saya.
Tak hentinya saya memohon pada Allah SWT, agar mendapatkan rizki di tempat lain yang masih sehat dan tidak sarat muatan politik.

Allah SWT Maha Mendengar doa hambanya, ternyata telah disiapkan tempat untuk saya, di waktu dan tempat yang tepat, jauh lebih baik daripada tempat terdahulu. Dengan rizki dan rahmatNya saya saat ini masih bekerja dan bisa menghasilkan uang untuk keluarga.
Alhamdulillah, pikir saya...inilah saatnya untuk berhenti.
Bukan berhenti untuk mundur. Tetapi berhenti dari tempat sekarang, untuk menerima dan mendapatkan tantangan yang lebih baik dalam kehidupan.

Semoga Allah SWT selalu memberikan perlindungan, rahmat dan kasihNya pada kita semua.
Amin.

Tahu Saat Berhenti (3)

Sadari dan Tentukan “Deadline”

Banyak sekali pasien-pasien penyakit kronis merasa sisa hidupnya menjadi begitu bermakna setelah mereka mendapatkan vonis dokter mengenai sisa hidup mereka. Mereka yang tahu kapan saatnya harus berakhir malahan merasa diri lebih beruntung dibandingkan mereka yang tidak tahu kapan akhir akan menjumpainya. Dengan pemahaman adanya “deadline”, mereka terpacu membuat perencanaan secara menyeluruh sehingga yang ditinggalkan tidak mengalami masa gamang, di samping mereka sendiri juga jadi lebih menghargai setiap detik yang tersisa. Kakek salah seorang teman saya malah sampai memilih sendiri peti matinya, mendesign obituarinya dan membuat proses kematiannya menjadi sesuatu yang berjalan sangat indah dan natural.

Sebagai pemimpin dalam organisasi di mana pun juga, bilamana kita menyadari dan sudah menentukan kapan kita akan lengser dari posisi kita, tentunya kita akan mempersiapkan sebaik-baiknya penerus yang akan menggantikan posisi kita di dalam organisasi serta memastikan bahwa keseluruhan fungsi organisasi akan tetap dapat berjalan sebagaimana mestinya sepeninggalan kita. Kesadaran ini mendorong kita untuk lebih keras mencari dan melatih talent-talent terbaik, sehingga mereka siap melanjutkan “perjuangan” kita, terutama mempersiapkan mental dan karakter agar mampu menghadapi beragam situasi yang tidak terduga, mengingat tidak ada orang yang yang dapat memperkirakan tantangan apa yang akan dihadapi di masa depan, namun sudah pasti tantangannya tidak akan sama dengan yang telah kita alami.

Kita memang perlu mulai meningkatkan kontrol diri dan meluangkan waktu untuk memikirkan hal-hal apa saja yang akan kita lakukan secara berbeda bilamana kita harus meninggalkan posisi kita ini dalam kurun waktu tertentu. Apa kebiasaan lama yang basi, tidak konstruktif dan perlu kita hentikan sebelum kebiasaan itu menjadi bumerang bagi kita dan orang lain? Situasi nyaman, jabatan, ketenaran, keberhasilan, memang sangat bisa membuat kita terlena. Hanya individu yang siap keluar dari comfort zone yang akan mampu merasakan nikmatnya pembaharuan yang merangsang adrenalin dan perubahan yang memacu kematangan pribadi dan membawa kebaikan untuk diri dan orang lain.

(Dimuat di KOMPAS, 11 Juni 2011)

Tahu Saat Berhenti (2)

Berhenti adalah Sebuah Langkah

Ketika 25 Mei yang lalu, Oprah menayangkan pertunjukan terakhirnya setelah berkiprah selama 25 tahun, banyak orang menyayangkan kejadian tersebut. Penggemar yang jumlahnya berjuta-juta begitu sedih karena akan kehilangan ‘show’-nya. Mengapa Oprah menghentikan show-nya manakala tayangan itu saat sedang top-topnya dan bukan saat rating mulai turun? Apakah sekedar tidak mau mengalami “post power syndrome”? Atau justru menganggap bahwa jalan yang terus menanjak ini berbahaya bagi perkembangan pribadi maupun kesehatannya?

Ternyata, Oprah tidak berhenti, namun menyusun rencana masa depan yang lain. Keputusan menghentikan Oprah show sudah direncanakan jauh-jauh hari. Dalam salah satu episodenya di tahun 2009, Oprah mengumumkan bahwa ia akan menghentikan tayangan televisinya di tahun 2011 karena ia akan berkonsentrasi pada jaringan televisinya yang baru. Oprah menjelaskan bahwa ia dan timnya akan melakukan brainstorming agar dapat memberikan pertunjukkan terbaik pada 18 bulan sisa masa tayangnya. Kesadaran ini membuat mereka bekerja keras membuat pertunjukan-pertunjukan terbaik dan masterpiece yang akan selalu dikenang orang. Hal ini menunjukkan bahwa keputusan untuk berhenti dari sebuah posisi puncak bukanlah keputusan emosional atau keputusasaan, namun keputusan matang yang diambil oleh mereka yang berjiwa besar.

Dari Oprah kita belajar bahwa kita harus siap menghentikan hal yang lama dan terus memikirkan pembaharuan untuk masa mendatang. Berhenti dari yang lama artinya kita memiliki kesempatan untuk menantang diri kita naik ke kelas berikutnya, maju kepada tantangan yang lebih sulit untuk membuktikan beragam potensi yang belum kita miliki. Kita bisa menggunakan pengalaman – pengalaman di masa lalu sebagai referensi, namun tidak membiarkan pengalaman tersebut menjadi mental block yang membuat kita tidak berani keluar dari comfort zone.

Sumber : (Dimuat di Kompas 11 Juni 2011)

Tahu Saat Berhenti (1)

Orang tua kita dulu sering menasehati untuk berhenti makan sebelum kenyang. Ini sebetulnya nasihat penting yang bisa berlaku untuk banyak hal. Kita tahu ada orang yang begitu sulit untuk menghentikan kecanduannya pada rokok, kopi atau obat-obatan, meskipun tahu hal itu merusak kesehatannya. Ada pakar manajemen yang baru-baru ini mengutip slogan sebuah merek furniture: “Sudah Duduk, Lupa Berdiri”, untuk menggambarkan orang yang kecanduan pada kekuasaan. Hal ini memang kita lihat menggejala pada para penguasa, yang belum-belum sudah memikirkan bagaimana melanjutkan tampuk kekuasaannya untuk periode yang akan datang, daripada memikirkan kepentingan kelompok atau bangsa yang lebih luas dan mulia. Kecanduan didahului dengan gejala tidak mampunya seseorang untuk berhenti sejenak, mengevaluasi, menentukan arah kembali dan menetapkan langkahnya.

Kemampuan untuk “berhenti” erat kaitannya dengan kekuatan mengontrol dan mawas diri. Sebelum sebuah situasi mencapai klimaks, menurun atau menjadi destruktif, setiap orang perlu memikirkan cara untuk menghentikan prosesnya. Mesin yang dipacu terus-terusan tanpa henti akan meledak dan lebih cepat rusak ketimbang yang secara teratur menjadualkan berhenti untuk maintenance. Kita perlu waspada kapan harus menghentikan gaya hidup tidak sehat sebelum menyesali diri saat mengetahui penyakit yang mematikan tahu-tahu sudah mengerogoti. Orang perlu tahu kapan saatnya berhenti memarahi orang yang jelas-jelas salah, sebelum kemarahannya jadi merusak hubungan, bahkan menghancurkan esteem dan kepercayaan diri yang bersangkutan. Kita sendiri pun rasanya perlu mawas diri dan mengecek kapan kita merasa “cukup” dengan kekuasaan dan uang yang kita kejar.

sumber : (Dimuat di KOMPAS, 11 Juni 2011)

Berlanjut ke tulisan selanjutnya

Lotus Notes..bukan hanya email biasa (part-2)

Melanjutkan tulisan saya terdahulu. Tulisan ini adalah lanjutannya.

Kalau mendengar Lotus Notes ada sebagian orang yang berpendapat, lotus notes hanya bisa email.
Kalau dibilang Lotus Notes bisa email. Itu benar. Sebagai pelopor segi komunikasi, Notes memang pada awalnya digunakan untuk komunikasi antara individu. Setelah makin berkembang, Notes digunakan untuk Koordinasi dan Kolaborasi diantara tiap unit di dalam satu organisasi.

Tidak sedikit orang juga mengira Lotus Notes produk lama...lho, apa coba maksudnya produk lama.. ternyata banyak orang mengira Lotus Notes adalah Lotus 1-2-3.. hehehe..
Saya bisa memaklumi kalau banyak orang yang mengira demikian karena keterbatasan informasi mengenai kata Lotus Notes dan Lotus 1-2-3
Betul keduanya adalah produk dari Lotus, tetapi penggunaan dan segmen pasarnya amat berbeda jauh.
Lotus Notes digunakan untuk email,komunikasi,koordinasi dan kolaborasi.
Sedangkan Lotus 1-2-3 digunakan untuk pengolah data yang bersifat spreadsheet (tabel, berdasar baris dan kolom).

Dalam perkembangan selanjutnya Lotus Notes memiliki banyak keunggulan di tiap versi-nya.
dulu di versi 3.0, pembuatan aplikasi Lotus Notes bisa membuat developer terengah-engah karena sulit dalam design dan coding-nya.
Pada versi 4.0 sampai 8.5 sekarang. Lotus Notes telah membuktikan bahwa ia merukapan produk handal yang benar-benar bisa berkomunikasi,berkoordinasi dan berkolaborasi dengan semua produk database dan aplikasi yang dapat dibuat dengan cepat dan mudah untuk diimplementasikan. Aplikasi pada Lotus Notes 8.5.x bisa dengan mudah dikonversi ke aplikasi web tanpa harus melakukan design ulang pada user interface dan codingnya..
Sungguh suatu keuntungan ganda untuk pengguna dan pemilik modal dalam satu perusahaan.
Bayangkan dengan 1 user lisensi, anda bisa menggunakan email, aplikasi, web, SMTP,blackberry, sametime dan fitur lain dengan menggunakan harga 1 user lisensi.
Cukup murah kan..

Herannya...banyak pengguna yang sudah memiliki Domino dan Lotus Notes dan telah menggunakan aplikasi di Lotus Notes, malah ingin kembali ke jaman batu. Jaman dimana tidak ada email dan aplikasi yang berjalan pada server yang sama.
Sungguh sangat disayangkan ya...banyangkan berapa banyak uang jika mereka harus menggunakan aplikasi yang terpisah dengan email.
Padahal saat ini hampir semua aplikasi menggunakan email sebagai sarana pemberitahuan kepada atasan/bawahan, sehingga komunikasi lebih cepat dan lebih efisian dari sisi harga.

Sampai jumpa di tulisan berikutnya