Minggu, 25 Agustus 2013

6 Tanda Suami Sudah Siap Menjadi Suami dan Seorang Ayah

Meski bukan pendapat umum secara keseluruhan. Sikap seorang laki-laki yang siap jadi kepala rumah tangga dan seorang ayah yang baik dapat dilihat dari beberapa tanda berikut. 
Ada sebagian orang, yang siap nikah tapi tidak siap berumah tangga. Banyak bahkan yang seperti itu. Kalau kepentingan diri masih saja diutamakan dibanding kebutuhan keluarga, seperti lebih mengutamakan menggunakan pembelian gadget ketimbang uang susu atau anak sekolah. Bisa dikategorikan pria jenis ini adalah egois dan tidak bisa diharapkan menjadi suami atau bahkan ayah yang baik. 

Tanda-tanda lain, terlihat pada poin berikut :
Memiliki anak membutuhkan komitmen dan tanggung jawab yang besar dan tidak semua pria siap melakukannya, bahkan walau Anda sudah resmi menikah sekalipun. Untuk meyakinkan Anda bahwa si dia siap akan komitmen besar itu, lihat dulu beberapa tanda suami yang siap jadi ayah yang baik, dikutip dari Madam Noire berikut ini:

1. Memiliki Tanggung Jawab
Memiliki anak adalah tanggung jawab terbesar bagi kebanyakan pria. Untuk mengetahui apakah pasangan Anda telah siap memiliki anak, Anda bisa melihatnya dari segala komitmen dan tanggung jawab yang telah dia berikan selama ini. Karena bagi pria yang telah siap berkomitmen terhadap keluarga, tanggung jawab bukanlah hal yang asing.

2. Mengatur Keuangan
seorang pria akan menjadi ayah dan suami yang baik jika dia bisa mengatur keuangannya dengan baik. Menabung atau melakukan investasi dan memiliki rencana ke depan, bukannya malah menghabiskan uang untuk hal yang kurang perlu.Suami juga harus bisa mengatur keungan, meski sebagian besar tanggung jawab kondisi keuangan diatur oleh istri. Dalam istilah sehari-hari, 'Uangku adalah uangmu. Uangmu adalah uangmu' lebih ditujukan bagi suami. Suami harus memiliki prinsip bahwa uang hasil kerja dalah untuk keluarga dan kepentingan bersama. Bukan untuk membeli gadget atau hal lain yang bukan untuk kepentingan keluarga.

3. Suportif
Seorang pasangan yang baik adalah mereka yang bisa memberikan dukungan pada setiap kesempatan, baik itu dukungan strategis, emosional atau masalah keuangan. Pria akan menjadi ayah yang baik ketika mampu menyeimbangkan antara sifat maskulin dan feminitas pada saat yang tepat. Ia bisa bersikap kuat dan optimis saat melakukan sesuatu dan bisa menjadi pria yang lembut saat Anda membutuhkan perhatian.

4. Memiliki Sisi Lembut
Apakah pasangan Anda adalah orang yang lembut, penyayang, dan memiliki banyak teman? Jika iya, dia berpotensi untuk menjadi ayah yang baik. Dengan pribadi yang lembut dan menyenangkan seperti itu, pasangan akan mengajarkan anak untuk menjadi pribadi yang kuat serta memiliki kesabaran pada saat yang sama.

5. Memiliki Hidup yang Terarah
Pasangan yang suka mengatur dan termasuk pribadi yang hidupnya terarah, adalah salah satu tanda bahwa dia siap memiliki seorang anak dan akan menjadi ayah yang baik. Dia akan memperhitungkan segala kebutuhan anak bahkan sebelum anak itu lahir, dan mengarahkan anak untuk tumbuh dalam koridor yang benar dan terarah.

6. Cara Merawat Hewan Peliharaan
Cara lain untuk melihat pasangan Anda bertanggung jawab, bisa dengan melihat cara dia memelihara hewan peliharaannya. Terdengar simpel, namun dengan mengetahui cara dia bertanggung jawab terhadap makhluk hidup lain, seperti memberi makan setiap hari, memandikannya, bermain dengan peliharaannya dan lain-lain akan memperlihatkan komitmennya akan suatu hal.

7. Memiliki keimanan dan keyakinan yang tinggi pada Allah SWT
Banyak hal yang menjadi penggoda dalam kehidupan rumah tangga. Tapi godaan itu akan bisa teratasi jika suami dan istri memiliki keimanan dan keyakinan yang tinggi pada Allah SWT. Tidak semua laki-laki memiliki keimanan yang kuat. Bahkan banyak diantara mereka, memisahkan agama dengan kehidupan sehari-hari. Padahal kalau kita sudah memisahkan kehidupan agama dalam keseharian, maka bersiaplah untuk kehancuran yang tidak diharapkan. 

Semoga tanda-tanda diatas bisa anda temukan dalam pasangan anda, sebelum anda melangkah ke jenjang pernikahan. Kalau tidak ada tanda-tanda diatas...sebaiknya anda menunda dulu untuk menikah dengannya.

Senin, 12 Agustus 2013

Hutang-Piutang(5) - Mudahkanlan orang yang berhutang padamu

 Mudahkanlah Orang yang Berutang Padamu

Risalah ini kami tujukan kepada orang yang memiliki piutang pada orang lain. Ada sebagian saudara kita yang berutang pada kita mungkin sangat mudah sekali untuk melunasinya. Namun sebagian lain adalah orang-orang yang mungkin kesulitan. Sudah ditagih berkali-kali, mungkin belum juga dilunasi. Bagaimanakah kita menghadapi orang-orang semacam itu? Inilah yang akan kami jelaskan pada posting kali ini. Semoga bermanfaat.
Keutamaan Orang yang Memberi Utang
Dalam shohih Muslim pada Bab “Keutamaan berkumpul untuk membaca Al Qur’an dan dzikir”, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَاللَّهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيهِ
“Barangsiapa meringankan sebuah kesusahan (kesedihan) seorang mukmin di dunia, Allah akan meringankan kesusahannya pada hari kiamat. Barangsiapa memudahkan urusan seseorang yang dalam keadaan sulit, Allah akan memberinya kemudahan di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutup ‘aib seseorang, Allah pun akan menutupi ‘aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya, selama hamba tersebtu menolong saudaranya.” (HR. Muslim no. 2699)
Keutamaan seseorang yang memberi utang terdapat dalam hadits yang mulia yaitu pada sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam: Barangsiapa memudahkan urusan seseorang yang dalam keadaan sulit, Allah akan memberinya kemudahan di dunia dan akhirat.
Dalam Tuhfatul Ahwadzi (7/261) dijelaskan maksud hadits ini yaitu: “Memberi kemudahan pada orang miskin –baik mukmin maupun kafir- yang memiliki utang, dengan menangguhkan pelunasan utang atau membebaskan sebagian utang atau membebaskan seluruh utangnya.”
Sungguh beruntung sekali seseorang yang memberikan kemudahan bagi saudaranya yang berada dalam kesulitan, dengan izin Allah orang seperti ini akan mendapatkan kemudahan di hari yang penuh kesulitan yaitu hari kiamat.
Tagihlah Utang Dengan Cara yang Baik
Dalam Shohih Bukhari dibawakan Bab “Memberi kemudahan dan kelapangan ketika membeli, menjual, dan siapa saja yang meminta haknya, maka mintalah dengan cara yang baik”.
Dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
رَحِمَ اللَّهُ رَجُلاً سَمْحًا إِذَا بَاعَ ، وَإِذَا اشْتَرَى ، وَإِذَا اقْتَضَى
“Semoga Allah merahmati seseorang yang bersikap mudah ketika menjual, ketika membeli dan ketika menagih haknya (utangnya).” (HR. Bukhari no. 2076)
Yang dimaksud dengan ‘ketika menagih haknya (utangnya)’ adalah meminta dipenuhi haknya dengan memberi kemudahan tanpa terus mendesak. (Fathul Bari, 6/385)
Ibnu Hajar mengatakan bahwa dalam hadits ini terdapat dorongan untuk memberi kelapangan dalam setiap muamalah, …dan dorongan untuk memberikan kelapangan ketika meminta hak dengan cara yang baik.
Dalam Sunan Ibnu Majah dibawakah Bab “Meminta dan mengambil hak dengan cara yang baik”.
Dari Ibnu ‘Umar dan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ طَلَبَ حَقًّا فَلْيَطْلُبْهُ فِى عَفَافٍ وَافٍ أَوْ غَيْرِ وَافٍ
“Siapa saja yang ingin meminta haknya, hendaklah dia meminta dengan cara yang baik baik pada orang yang mau menunaikan ataupun enggan menunaikannya.” (HR. Ibnu Majah no. 1965. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda untuk orang yang memiliki hak pada orang lain,
خُذْ حَقَّكَ فِى عَفَافٍ وَافٍ أَوْ غَيْرِ وَافٍ
“Ambillah hakmu dengan cara yang baik pada orang yang mau menunaikannya ataupun enggan menunaikannya.” (HR. Ibnu Majah no. 1966. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Berilah Tenggang Waktu Bagi Orang yang Kesulitan
Allah Ta’ala berfirman,
وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 280)
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan kita untuk bersabar terhadap orang yang berada dalam kesulitan, di mana orang tersebut belum bisa melunasi utang. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan.” Hal ini tidak seperti perlakuan orang jahiliyah dahulu. Orang jahiliyah tersebut mengatakan kepada orang yang berutang ketika tiba batas waktu pelunasan: “Kamu harus lunasi utangmu tersebut. Jika tidak, kamu akan kena riba.”
Memberi tenggang waktu terhadap orang yang kesulitan adalah wajib. Selanjutnya jika ingin membebaskan utangnya, maka ini hukumnya sunnah (dianjurkan). Orang yang berhati baik seperti inilah (dengan membebaskan sebagian atau seluruh utang) yang akan mendapatkan kebaikan dan pahala yang melimpah. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al Azhim, pada tafsir surat Al Baqarah ayat 280)
Begitu pula dalam beberapa hadits disebutkan mengenai keutamaan orang-orang yang memberi tenggang waktu bagi orang yang sulit melunasi utang.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا أَوْ وَضَعَ عَنْهُ أَظَلَّهُ اللَّهُ فِى ظِلِّهِ
“Barangsiapa memberi tenggang waktu bagi orang yang berada dalam kesulitan untuk melunasi hutang atau bahkan membebaskan utangnya, maka dia akan mendapat naungan Allah.” (HR. Muslim no. 3006)
Dari salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam –Abul Yasar-, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُظِلَّهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فِى ظِلِّهِ فَلْيُنْظِرِ الْمُعْسِرَ أَوْ لِيَضَعْ عَنْهُ
“Barangsiapa ingin mendapatkan naungan Allah ‘azza wa jalla, hendaklah dia memberi tenggang waktu bagi orang yang mendapat kesulitan untuk melunasi hutang atau bahkan dia membebaskan utangnya tadi.” (HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Lihatlah pula akhlaq yang mulia dari Abu Qotadah karena beliau pernah mendengar hadits serupa dengan di atas.
Dulu Abu Qotadah pernah memiliki piutang pada seseorang. Kemudian beliau mendatangi orang tersebut untuk menyelesaikan utang tersebut. Namun ternyata orang tersebut bersembunyi tidak mau menemuinya. Lalu suatu hari, kembali Abu Qotadah mendatanginya, kemudian yang keluar dari rumahnya adalah anak kecil. Abu Qotadah pun menanyakan pada anak tadi mengenai orang yang berutang tadi. Lalu anak tadi menjawab, “Iya, dia ada di rumah sedang makan khoziroh.” Lantas Abu Qotadah pun memanggilnya, “Wahai fulan, keluarlah. Aku dikabari bahwa engkau berada di situ.” Orang tersebut kemudian menemui Abu Qotadah. Abu Qotadah pun berkata padanya, “Mengapa engkau harus bersembunyi dariku?”
Orang tersebut mengatakan, “Sungguh, aku adalah orang yang berada dalam kesulitan dan aku tidak memiliki apa-apa.” Lantas Abu Qotadah pun bertanya, “Apakah betul engkau adalah orang yang kesulitan?” Orang tersebut berkata, “Iya betul.” Lantas dia menangis.
Abu Qotadah pun mengatakan bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ نَفَّسَ عَنْ غَرِيمِهِ أَوْ مَحَا عَنْهُ كَانَ فِي ظِلِّ الْعَرْشِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa memberi keringanan pada orang yang berutang padanya atau bahkan membebaskan utangnya, maka dia akan mendapatkan naungan ‘Arsy di hari kiamat.”
Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shohih. (Lihat Musnad Shohabah fil Kutubit Tis’ah dan Tafsir Al Qur’an Al Azhim pada tafsir surat Al Baqarah ayat 280)
Inilah keutamaan yang sangat besar bagi orang yang berhati mulia seperti Abu Qotadah.
Begitu pula disebutkan bahwa orang yang berbaik hati untuk memberi tenggang waktu bagi orang yang kesulitan, maka setiap harinya dia dinilai telah bersedekah.
Dari Sulaiman bin Buraidah dari ayahnya,
من أنظر معسرًا فله بكل يوم صدقة قبل أن يحل الدين فإذا حل الدين فأنظره كان له بكل يوم مثلاه صدقة
“Barangsiapa memberi tenggang waktu pada orang yang berada dalam kesulitan, maka setiap hari sebelum batas waktu pelunasan, dia akan dinilai telah bersedekah. Jika utangnya belum bisa dilunasi lagi, lalu dia masih memberikan tenggang waktu setelah jatuh tempo, maka setiap harinya dia akan dinilai telah bersedekah dua kali lipat nilai piutangnya.” (HR. Ahmad, Abu Ya’la, Ibnu Majah, Ath Thobroniy, Al Hakim, Al Baihaqi. Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 86 mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Begitu pula terdapat keutamaan lainnya. Orang yang berbaik hati dan bersabar menunggu untuk utangnya dilunasi, niscaya akan mendapatkan ampunan Allah.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كَانَ تَاجِرٌ يُدَايِنُ النَّاسَ ، فَإِذَا رَأَى مُعْسِرًا قَالَ لِفِتْيَانِهِ تَجَاوَزُوا عَنْهُ ، لَعَلَّ اللَّهَ أَنْ يَتَجَاوَزَ عَنَّا ، فَتَجَاوَزَ اللَّهُ عَنْهُ
“Dulu ada seorang pedagang biasa memberikan pinjaman kepada orang-orang. Ketika melihat ada yang kesulitan, dia berkata pada budaknya: Maafkanlah dia (artinya bebaskan utangnya). Semoga Allah memberi ampunan pada kita. Semoga Allah pun memberi ampunan padanya.” (HR. Bukhari no. 2078)
Itulah kemudahan yang sangat banyak bagi orang yang memberi kemudahan pada orang lain dalam masalah utang. Bahkan jika dapat membebaskan sebagian atau keseluruhan utang tersebut, maka itu lebih utama.
Beri Pula Kemudahan Bagi Orang yang Mudah Melunasi Utang
Selain memberi kemudahan bagi orang yang kesulitan, berilah pula kemudahan bagi orang yang mudah melunasi utang. Perhatikanlah kisah dalam riwayat Ahmad berikut ini.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يُؤْتَى بِرَجُلٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيَقُولُ اللَّهُ انْظُرُوا فِى عَمَلِهِ. فَيَقُولُ رَبِّ مَا كُنْتُ أَعْمَلُ خَيْراً غَيْرَ أَنَّهُ كَانَ لِى مَالٌ وَكُنْتُ أُخَالِطُ النَّاسَ فَمَنْ كَانَ مُوسِراً يَسَّرْتُ عَلَيْهِ وَمَنْ كَانَ مُعْسِراً أَنْظَرْتُهُ إِلَى مَيْسَرَةٍ. قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَنَا أَحَقُّ مَنْ يَسَّرَ فَغَفَرَ لَهُ
“Ada seseorang didatangkan pada hari kiamat. Allah berkata (yang artinya), “Lihatlah amalannya.” Kemudian orang tersebut berkata, “Wahai Rabbku. Aku tidak memiliki amalan kebaikan selain satu amalan. Dulu aku memiliki harta, lalu aku sering meminjamkannya pada orang-orang. Setiap orang yang sebenarnya mampu untuk melunasinya, aku beri kemudahan. Begitu pula setiap orang yang berada dalam kesulitan, aku selalu memberinya tenggang waktu sampai dia mampu melunasinya.” Lantas Allah pun berkata (yang artinya), “Aku lebih berhak memberi kemudahan.” Orang ini pun akhirnya diampuni.” (HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Al Bukhari pun membawakan sebuah bab dalam kitab shohihnya, “memberi kemudahan bagi orang yang lapang dalam melunasi utang”. Lalu setelah itu, beliau membawakan hadits yang hampir mirip dengan hadits di atas.
Dari Hudzaifah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَلَقَّتِ الْمَلاَئِكَةُ رُوحَ رَجُلٍ مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ قَالُوا أَعَمِلْتَ مِنَ الْخَيْرِ شَيْئًا قَالَ كُنْتُ آمُرُ فِتْيَانِى أَنْ يُنْظِرُوا وَيَتَجَاوَزُوا عَنِ الْمُوسِرِ قَالَ قَالَ فَتَجَاوَزُوا عَنْهُ
“Beberapa malaikat menjumpai ruh orang sebelum kalian untuk mencabut nyawanya. Kemudian mereka mengatakan, “Apakah kamu memiliki sedikit dari amal kebajikan?” Kemudian dia mengatakan, “Dulu aku pernah memerintahkan pada budakku untuk memberikan tenggang waktu dan membebaskan utang bagi orang yang berada dalam kemudahan untuk melunasinya.” Lantas Allah pun memberi ampunan padanya.” (HR. Bukhari no. 2077)
Lalu bagaimana kita membedakan orang yang mudah dalam melunasi utang (muwsir) dan orang yang sulit melunasinya (mu’sir)? Para ulama memang berselisih dalam mendefinisikan dua hal ini sebagaimana dapat dilihat di Fathul Bari, Ibnu Hajar. Namun yang lebih tepat adalah kedua istilah ini dikembalikan pada ‘urf yaitu kebiasaan masing-masing tempat karena syari’at tidak memberikan batasan mengenai hal ini. Jadi, jika di suatu tempat sudah dianggap bahwa orang yang memiliki harta 1 juta dan kadar utang sekian sudah dianggap sebagai muwsir (orang yang mudah melunasi utang), maka kita juga menganggapnya muwsir. Wallahu a’lam.
Inilah sedikit pembahasan mengenai keutamaan orang yang berutang, yang berhati baik untuk memberi tenggang waktu dalam pelunasan dan keutamaan orang yang membebaskan utang sebagian atau seluruhnya.
Namun, yang kami tekankan pada akhir risalah ini bahwa tulisan ini ditujukan bagi orang yang memiliki piutang dan belum juga dilunasi, bukan ditujukan pada orang yang memiliki banyak utang. Jadi jangan salah digunakan dalam berhujah. Orang-orang yang memiliki banyak utang tidak boleh berdalil dengan dalil-dalil yang kami bawakan dalam risalah ini. Coba bayangkan jika orang yang memiliki banyak utang berdalil dengan dalil-dalil di atas, apa yang akan terjadi? Dia malah akan akan sering mengulur waktu dalam pelunasan utang. Untuk mengimbangi pembahasan kali ini, insya Allah pada kesempatan berikutnya kami akan membahas ‘bahaya banyak utang’.
Semoga Allah memudahkan kita untuk memiliki akhlaq mulia seperti ini. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.

Hutang-Piutang(4) - Susahnya Mencari Orang yang Amanat dalam Melunasi Utang

Susahnya Mencari Orang yang Amanat dalam Melunasi Utang

Jika mencari orang yang mau pinjamkan uang itu sulit, sama halnya dengan mencari orang yang amanat dalam melunasi utang pun sulit untuk saat ini (bahkan yang kedua ini sulit banget).
Ketika awal meminjam uang, rasa harapnya begitu luar biasa, sangat mengharap untuk bisa dipinjamkan, sama sms berulang kali.
Sms: Mas, jadi pinjamkan uang gak yang kemarin saya bicarakan?
Balas: Baik, saya akan pinjamkan, namun saya butuh jaminan.
Ketika jaminan diserahkan dan uang dipinjamkan, maka sesuai janji akan dikembalikan bulan ini.
Dinanti-nanti sesuai janji, di-sms, bahkan di-telepon, juga tidak ada balasan. Yang ada cuma kata “maaf”, atau kalau mau sok arab “afwan, akhi”.
Padahal di awal ketika meminjam, mengharap bukan kepalang. Namun ketika sudah jatuh tempo, padahal ia orang yang mampu untuk kembalikan, janji tinggallah janji. Beda halnya kalau memang ia orang yang susah, kita pun bisa maafkan. Sungguh susah cari orang yang mau amanah dalam masalah utang untuk saat ini.

Ingat Bahaya Berhutang

Untuk setiap orang yang berhutang seharusnya mengingat bahaya banyak berhutang berikut ini.
  1. Akan menyusahkan dirinya di akhirat kelak. Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki hutang satu dinar atau satu dirham, maka hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham.” (HR. Ibnu Majah no. 2414, shahih).
  2. Jiwanya masih menggantung hingga hutangnya lunas. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jiwa seorang mukmin masih bergantung dengan hutangnya hingga dia melunasinya.” (HR. Tirmidzi no. 1078 dan Ibnu Majah no. 2413, shahih). Al ‘Iroqiy mengatakan, “Urusannya masih menggantung, artinya tidak bisa kita katakan ia selamat ataukah sengsara sampai dilihat uhtangnya tersebut lunas ataukah tidak.” (Tuhfatul Ahwadzi, 3/142). Asy Syaukani berkata, “Hadits ini adalah dorongan agar ahli waris segera melunasi hutang si mayit. Hadits ini sebagai berita bagi mereka bahwa status orang yang berhutang masih menggantung disebabkan oleh hutangnya sampai hutang tersebut lunas. Ancaman dalam hadits ini ditujukan bagi orang yang memiliki harta untuk melunasi hutangnya lantas ia tidak lunasi. Sedangkan orang yang tidak memiliki harta dan sudah bertekad ingin melunasi hutangnya, maka ia akan mendapat pertolongan Allah untuk memutihkan hutangnya tadi sebagaimana hal ini diterangkan dalam beberapa hadits.” (Nailul Author, 6/114). Penjelasan Asy Syaukani menunjukkan ancaman bagi orang yang mampu melunasi hutang lantas ia tidak amanat. Ia mampu melunasinya tepat waktu, namun tidak juga dilunasi. Bahkan seringkali menyusahkan si pemberi hutang. Padahal si kreditur sudah berbaik hati meminjamkan uang tanpa adanya bunga dan mungkin saja si kreditur butuh jika hutang tersebut lunas.
  3. Diberi status sebagai pencuri jika berniat tidak ingin mengembalikan hutang. Dari Shuhaib Al Khoir, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa saja yang berhutang lalu berniat tidak mau melunasinya, maka dia akan bertemu Allah (pada hari kiamat) dalam status sebagai pencuri.” (HR. Ibnu Majah no. 2410, hasan shahih). Al Munawi mengatakan, “Orang seperti ini akan dikumpulkan bersama golongan pencuri dan akan diberi balasan sebagaimana mereka.” (Faidul Qodir, 3/181)
  4. Berhutang sering mengantarkan pada banyak dusta. Dari ‘Urwah, dari ‘Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berdo’a di dalam shalat: Allahumma inni a’udzu bika minal ma’tsami wal maghrom (Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari berbuat dosa dan banyak hutang).” Lalu ada yang berkata kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kenapa engkau sering meminta perlindungan dari hutang?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Jika orang yang berhutang berkata, dia akan sering berdusta. Jika dia berjanji, dia akan mengingkari.” (HR. Bukhari no. 2397 dan Muslim no. 589). Al Muhallab mengatakan, “Dalam hadits ini terdapat dalil tentang wajibnya memotong segala perantara yang menuju pada kemungkaran. Yang menunjukkan hal ini adalah do’a Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berlindung dari hutang dan hutang sendiri dapat mengantarkan pada dusta.” (Syarh Ibnu Baththol, 12/37). Realita yang ada itulah sebagai bukti. Orang yang berutang seringkali berdusta ketika pihak kreditur datang menagih, “Kapan akan kembalikan utang?” “Besok, bulan depan”, sebagai jawaban. Padahal itu hanyalah dusta dan ia sendiri enggan melunasinya.

Jika Mampu Mengembalikan Hutang, Segeralah Tunaikan

Jika sudah mengetahui bahaya di atas, maka tentu saja kita harus bersikap amanat. Jika mampu lunasi hutang, segeralah lunasi. Kita tidak tahu kapan nafas kita berakhir. Barangkali ketika kita mati, malah hutang-hutang kita yang sekian banyak belum juga terlunasi. Sungguh nantinya keadaan seperti ini akan menyusahkan diri kita sendiri. Ingatlah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya yang paling di antara kalian adalah yang paling baik dalam membayar hutang.” (HR. Bukhari no. 2393)
Sudah berniat melunasi hutang dan sekeras tenaga berusaha untuk melunasinya, itu pun sudah termasuk sikap yang baik. Allah akan menolong orang semacam ini dalam urusannya.
Dulu Maimunah ingin berhutang. Lalu di antara kerabatnya ada yang mengatakan, “Jangan kamu lakukan itu!” Sebagian kerabatnya ini mengingkari perbuatan Maimunah tersebut. Lalu Maimunah mengatakan, “Iya. Sesungguhnya aku mendengar Nabi dan kholil-ku (kekasihku) shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika seorang muslim memiliki hutang dan Allah mengetahui bahwa dia berniat ingin melunasi hutang tersebut, maka Allah akan memudahkannya untuk melunasi hutang tersebut di dunia”. (HR. Ibnu Majah no. 2399 dan An Nasai no. 4686, shahih kecuali lafazh “fid dunya” -di dunia-). Juga terdapat hadits dari ‘Abdullah bin Ja’far, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah akan bersama (memberi pertolongan pada) orang yang berhutang (yang ingin melunasi hutangnya) sampai dia melunasi hutang tersebut selama hutang tersebut bukanlah sesuatu yang dilarang oleh Allah.” (HR. Ibnu Majah no. 2400, shahih). Moga pertolongan Allah segera datang jika kita benar-benar dan berusaha keras melunasi hutang-hutang kita.

Salah Memposisikan Dalil

Sikap orang yang berhutang seharusnya segera melunasi hutangnya. Jangan malah memiliki sikap sebaliknya, yaitu beranggapan bahwa pemberi utang yang baik pasti akan memberi tenggang waktu. Barangkali ini dalil yang sering digunakan adalah firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 280). Dalilnya memang benar, namun salah meletakkan. Dalil ini ditujukan bagi pihak pemberi hutang agar memiliki sikap yang baik dengan memberi tenggang waktu jika orang yang berutang berada dalam kesulitan atau bahkan lebih baik memutihkan utang tersebut. Sehingga dalil di atas bukanlah untuknya. Seharusnya yang jadi dalil baginya adalah dalil-dalil yang menyebutkan bahaya berhutang sebagaimana disebutkan di atas. Jadi, janganlah salah memposisikan dalil.

Pikir Matang-Matang Sebelum Berhutang

Jika kita mengingat kembali bahaya berhutang di awal bahasan, maka sudah seharusnya setiap muslim memikirkan matang-matang sebelum berhutang. Usaha bisa maju tidak selamanya dengan modal uang. Sudah seringkali di Majalah Pengusaha Muslim dijelaskan mengenai berbagai usaha dengan modal minimalis atau bahkan ada yang tanpa modal sama sekali. Ini tentu bisa sebagai pilihan alternatif. Jadikanlah prinsip, berutang di saat butuh dan merasa mampu mengembalikan. Sehingga dengan prinsip seperti ini tidak membuat kita sulit di dunia dan di akhirat kelak.
Ingatlah bahwa Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri selalu meminta pada Allah perlindungan dari banyak utang  dengan doanya: Allahumma inni a’udzu bika minal ma’tsami wal maghrom (Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari berbuat dosa dan banyak utang)  (HR. Bukhari no. 2397 dan Muslim no. 589). Ibnul Qoyyim berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta perlindungan kepada Allah dari berbuat dosa dan banyak hutang karena banyak dosa akan mendatangkan kerugian di akhirat, sedangkan banyak utang akan mendatangkan kerugian di dunia.” (Al Fawaid, 57)
Wallahu waliyyut taufiq.

Hutang-Piutang(3) - Bahaya Orang yang Enggan Melunasi Hutangnya

Bahaya Orang yang Enggan Melunasi Hutangnya

Alhamdulillahi robbil ‘alamin. Allahumma sholli ‘ala nabiyyina Muhammad, wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Risalah kali ini adalah lanjutan dari risalah sebelumnya. Pada risalah sebelumnya, kami telah menjelaskan mengenai keutamaan orang yang memberi pinjaman, keutamaan memberi tenggang waktu pelunasan dan keutamaan orang yang membebaskan sebagian atau keseluruhan hutangnya. Pada risalah kali ini agar terjadi keseimbangan pembahasan, kami akan menjelaskan beberapa hal mengenai bahaya orang yang enggan melunasi hutangnya. Semoga bermanfaat.

Keutamaan Orang yang Terbebas dari Hutang
Dari Tsauban, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ فَارَقَ الرُّوحُ الْجَسَدَ وَهُوَ بَرِىءٌ مِنْ ثَلاَثٍ دَخَلَ الْجَنَّةَ مِنَ الْكِبْرِ وَالْغُلُولِ وَالدَّيْنِ
“Barangsiapa yang ruhnya terpisah dari jasadnya dan dia terbebas dari tiga hal: [1] sombong, [2] ghulul (khianat), dan [3] hutang, maka dia akan masuk surga.” (HR. Ibnu Majah no. 2412. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih). Ibnu Majah membawakan hadits ini pada Bab “Peringatan keras mengenai hutang.”
Mati Dalam Keadaan Masih Membawa Hutang, Kebaikannya Sebagai Ganti
Dari Ibnu ‘Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ دِينَارٌ أَوْ دِرْهَمٌ قُضِىَ مِنْ حَسَنَاتِهِ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ
“Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki hutang satu dinar atau satu dirham, maka hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham.” (HR. Ibnu Majah no. 2414. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih). Ibnu Majah juga membawakan hadits ini pada Bab “Peringatan keras mengenai hutang.”
Itulah keadaan orang yang mati dalam keadaan masih membawa hutang dan belum juga dilunasi, maka untuk membayarnya akan diambil dari pahala kebaikannya. Itulah yang terjadi ketika hari kiamat karena di sana tidak ada lagi dinar dan dirham untuk melunasi hutang tersebut.
Urusan Orang yang Berhutang Masih Menggantung
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ
“Jiwa seorang mukmin masih bergantung dengan hutangnya hingga dia melunasinya.” (HR. Tirmidzi no. 1078. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaiman Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi)
Al ‘Iroqiy mengatakan, “Urusannya masih menggantung, tidak ada hukuman baginya yaitu tidak bisa ditentukan apakah dia selamat ataukah binasa, sampai dilihat bahwa hutangnya tersebut lunas atau tidak.” (Tuhfatul Ahwadzi, 3/142)
Orang yang Berniat Tidak Mau Melunasi Hutang Akan Dihukumi Sebagai Pencuri
Dari Shuhaib Al Khoir, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّمَا رَجُلٍ يَدَيَّنُ دَيْنًا وَهُوَ مُجْمِعٌ أَنْ لاَ يُوَفِّيَهُ إِيَّاهُ لَقِىَ اللَّهَ سَارِقًا
“Siapa saja yang berhutang lalu berniat tidak mau melunasinya, maka dia akan bertemu Allah (pada hari kiamat) dalam status sebagai pencuri.” (HR. Ibnu Majah no. 2410. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shohih)
Al Munawi mengatakan, “Orang seperti ini akan dikumpulkan bersama golongan pencuri dan akan diberi balasan sebagaimana mereka.” (Faidul Qodir, 3/181)
Ibnu Majah membawakan hadits di atas pada Bab “Barangsiapa berhutang dan berniat tidak ingin melunasinya.”
Ibnu Majah juga membawakan riwayat lainnya. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ إِتْلاَفَهَا أَتْلَفَهُ اللَّهُ
“Barangsiapa yang mengambil harta manusia, dengan niat ingin menghancurkannya, maka Allah juga akan menghancurkan dirinya.” (HR. Bukhari no. 18 dan Ibnu Majah no. 2411). Di antara maksud hadits ini adalah barangsiapa yang mengambil harta manusia melalui jalan hutang, lalu dia berniat tidak ingin mengembalikan hutang tersebut, maka Allah pun akan menghancurkannya. Ya Allah, lindungilah kami dari banyak berhutang dan enggan untuk melunasinya.
Masih Ada Hutang, Enggan Disholati
Dari Salamah bin Al Akwa’ radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:
Kami duduk di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu didatangkanlah satu jenazah. Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki hutang?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Tidak ada.” Lalu beliau mengatakan, “Apakah dia meninggalkan sesuatu?” Lantas mereka (para sahabat) menjawab, “Tidak.” Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menyolati jenazah tersebut.
Kemudian didatangkanlah jenazah lainnya. Lalu para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah shalatkanlah dia!” Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki hutang?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Iya.” Lalu beliau mengatakan, “Apakah dia meninggalkan sesuatu?” Lantas mereka (para sahabat) menjawab, “Ada, sebanyak 3 dinar.” Lalu beliau mensholati jenazah tersebut.
Kemudian didatangkan lagi jenazah ketiga, lalu para sahabat berkata, “Shalatkanlah dia!” Beliau bertanya, “Apakah dia meningalkan sesuatu?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Tidak ada.” Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki hutang?” Mereka menjawab, “Ada tiga dinar.” Beliau berkata, “Shalatkanlah sahabat kalian ini.” Lantas Abu Qotadah berkata, “Wahai Rasulullah, shalatkanlah dia. Biar aku saja yang menanggung hutangnya.” Kemudian beliau pun menyolatinya.” (HR. Bukhari no. 2289)
Dosa Hutang Tidak Akan Terampuni Walaupun Mati Syahid
Dari ‘Abdillah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلاَّ الدَّيْنَ
“Semua dosa orang yang mati syahid akan diampuni kecuali hutang.” (HR. Muslim no. 1886)
Oleh karena itu, seseorang hendaknya berpikir: “Mampukah saya melunasi hutang tersebut dan mendesakkah saya berhutang?” Karena ingatlah hutang pada manusia tidak bisa dilunasi hanya dengan istighfar.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Sering Berlindung dari Berhutang Ketika Shalat
Bukhari membawakan dalam kitab shohihnya pada Bab “Siapa yang berlindung dari hutang”. Lalu beliau rahimahullah membawakan hadits dari ‘Urwah, dari ‘Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كَانَ يَدْعُو فِى الصَّلاَةِ وَيَقُولُ « اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ » . فَقَالَ لَهُ قَائِلٌ مَا أَكْثَرَ مَا تَسْتَعِيذُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مِنَ الْمَغْرَمِ قَالَ « إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا غَرِمَ حَدَّثَ فَكَذَبَ وَوَعَدَ فَأَخْلَفَ » .
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berdo’a di akhir shalat (sebelum salam): ALLAHUMMA INNI A’UDZU BIKA MINAL MA’TSAMI WAL MAGHROM (Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari berbuat dosa dan banyak utang).”
Lalu ada yang berkata kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kenapa engkau sering meminta perlindungan adalah dalam masalah hutang?” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika orang yang berhutang berkata, dia akan sering berdusta. Jika dia berjanji, dia akan mengingkari.” (HR. Bukhari no. 2397)
Al Muhallab mengatakan, “Dalam hadits ini terdapat dalil tentang wajibnya memotong segala perantara yang menuju pada kemungkaran. Yang menunjukkan hal ini adalah do’a Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berlindung dari hutang dan hutang sendiri dapat mengantarkan pada dusta.” (Syarh Ibnu Baththol, 12/37)
Adapun hutang yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berlindung darinya adalah tiga bentuk hutang:
  1. Hutang yang dibelanjakan untuk hal-hal yang dilarang oleh Allah dan dia tidak memiliki jalan keluar untuk melunasi hutang tersebut.
  2. Berhutang bukan pada hal yang terlarang, namun dia tidak memiliki cara untuk melunasinya. Orang seperti ini sama saja menghancurkan harta saudaranya.
  3. Berhutang namun dia berniat tidak akan melunasinya. Orang seperti ini berarti telah bermaksiat kepada Rabbnya. Orang-orang semacam inilah yang apabila berhutang lalu berjanji ingin melunasinya, namun dia mengingkari janji tersebut. Dan orang-orang semacam inilah yang ketika berkata akan berdusta. (Syarh Ibnu Baththol, 12/38)
Itulah sikap jelek orang yang berhutang sering berbohong dan berdusta. Semoga kita dijauhkan dari sikap jelek ini.
Kenapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sering berlindung dari hutang ketika shalat? Ibnul Qoyyim dalam Al Fawa’id (hal. 57, Darul Aqidah) mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta perlindungan kepada Allah dari berbuat dosa dan banyak hutang karena banyak dosa akan mendatangkan kerugian di akhirat, sedangkan banyak utang akan mendatangkan kerugian di dunia.”
Inilah do’a yang seharusnya kita amalkan agar terlindung dari hutang: ALLAHUMMA INNI A’UDZU BIKA MINAL MA’TSAMI WAL MAGHROM (Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari berbuat dosa dan banyak utang).
Berbahagialah Orang yang Berniat Melunasi Hutangnya
Ibnu Majah dalam sunannya membawakan dalam Bab “Siapa saja yang memiliki hutang dan dia berniat melunasinya.” Lalu beliau membawakan hadits dari Ummul Mukminin Maimunah.
كَانَتْ تَدَّانُ دَيْنًا فَقَالَ لَهَا بَعْضُ أَهْلِهَا لاَ تَفْعَلِى وَأَنْكَرَ ذَلِكَ عَلَيْهَا قَالَتْ بَلَى إِنِّى سَمِعْتُ نَبِيِّى وَخَلِيلِى -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدَّانُ دَيْنًا يَعْلَمُ اللَّهُ مِنْهُ أَنَّهُ يُرِيدُ أَدَاءَهُ إِلاَّ أَدَّاهُ اللَّهُ عَنْهُ فِى الدُّنْيَا ».
Dulu Maimunah ingin berhutang. Lalu di antara kerabatnya ada yang mengatakan, “Jangan kamu lakukan itu!” Sebagian kerabatnya ini mengingkari perbuatan Maimunah tersebut. Lalu Maimunah mengatakan, “Iya. Sesungguhnya aku mendengar Nabi dan kekasihku shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika seorang muslim memiliki hutang dan Allah mengetahui bahwa dia berniat ingin melunasi hutang tersebut, maka Allah akan memudahkan baginya untuk melunasi hutang tersebut di dunia.” (HR. Ibnu Majah no. 2399. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih kecuali kalimat fid dunya -di dunia-)
Dari hadits ini ada pelajaran yang sangat berharga yaitu boleh saja kita berhutang, namun harus berniat untuk mengembalikannya. Perhatikanlah perkataan Maimunah di atas.
Juga terdapat hadits dari ‘Abdullah bin Ja’far, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الدَّائِنِ حَتَّى يَقْضِىَ دَيْنَهُ مَا لَمْ يَكُنْ فِيمَا يَكْرَهُ اللَّهُ
“Allah akan bersama (memberi pertolongan pada) orang yang berhutang (yang ingin melunasi hutangnya) sampai dia melunasi hutang tersebut selama hutang tersebut bukanlah sesuatu yang dilarang oleh Allah.” (HR. Ibnu Majah no. 2400. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Sebaik-baik orang adalah yang paling baik dalam membayar hutang. Ketika dia mampu, dia langsung melunasinya atau melunasi sebagiannya jika dia tidak mampu melunasi seluruhnya. Sikap seperti inilah yang akan menimbulkan hubungan baik antara orang yang berhutang dan yang memberi hutangan.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ خِيَارَكُمْ أَحْسَنُكُمْ قَضَاءً
“Sesungguhnya yang paling di antara kalian adalah yang paling baik dalam membayar hutang.” (HR. Bukhari no. 2393)
Ya Allah, lindungilah kami dari berbuat dosa dan beratnya hutang, mudahkanlah kami untuk melunasinya.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shollallahu ‘ala nabiyyiina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.

Minggu, 04 Agustus 2013

Stereotype orang minang

Sepertinya hal yang wajar, ketika menonton lawakan di TV nasional kita mendengar kalimat begini, ’Dasar Padang, Batak, Betawi, Cina dsb nya’. Saya nggak tau apakah ini juga terjadi di tempat yang sangat multi-cultural, selain di Indonesia.
Sayang, saya nggak pernah merasakan hidup di New York atau Amsterdam yang juga sangat multi-kultural, malah dalam satu kota Amsterdam terdapat lebih kurang 200 bangsa.
Merasakan hidup di Singapore, yang bisa dikatakan juga multicultural,- Saya nggak begitu sadar apakah ada kalimat-kalimat seperti yang sering Saya dengar di Indo, misal  ’dasar China, dasar Melayu, dasar India, dasar Eurasian’ :) , aneh aja denger dasar Eurasian..
Atau mungkin karena di Singapore sangat individual dan bercandanya gak se’dekat’ orang kita jadi saya hampir jarang mendengar kalimat “dasar ini itu” . Sepengetahuan saya,- ada beberapa dari orang Cina Singapore kurang menyukai India. Namun, karena racial issue sangat sensitif di Singapore jadi terdengar harmonis.
Kalau di Indo,- dari orang biasa, selebtwit, sampai selebritas.. masih belum matang freedom of speechnya. Tapi sok-sok an terkesan cerdas dan pintar. Buktinya, waktu kasus Film si Hanung, Cinta Tapi Beda, saya sempat terbaca twit2 yang sangat tidak sensitif ke etnis tertentu. Seperti mengolok-olokan Rumah Makan Minang dengan twit ‘Bacon Balado’, ‘Rendang babi’, dsb. *lucunyamaksa*
Dikehidupan sehari-hari, sudah biasa mendengar kalimat dibawah ini baik itu di acara komedi dan sebagainya;
“Dasar Padang” ,
“Padang amat lo….”,
“Padang Pelit” ,
“Jangan kawin sama cewek Minang, — tukang ngatur suami, berkuasa”
“Padang Matre, cowok aja dibeli”
(meski hanya Pariaman yang menganut sistem ini, tapi orang luar mengeneralisir ke Padang/Minang. Padahal, adat membeli cowok ini sepengetahuan saya berasal dari India yang sekarang sudah di ilegalkan. Dan yang saya lihat, masih banyak wujud India di Pariaman, bahkan teman-teman SD saya yang berparas murni India, semuanya berasal dari Pariaman)
Lalu pernah mendengar seseorang mengejek logat Minang yang menurut dia huruf ‘E’ nya itu terdengar kampungan. Sayang waktu itu saya belum belajar bahasa Prancis, seandainya saya udah kenal bahasa Prancis saat itu, saya bisa balas… , Berarti bahasa Minang punya huruf ‘e’ aksen Prancis dan ‘e’ dengan aksen normal. :P
Sewaktu masih belia dan hidup nge-kost, untuk membuktikan Padang nggak pelit,- saya mentraktir beberapa teman kost disalah satu restorant di hari ulang tahun. Padahal duit saya nggak banyak!!! Dan lucunya, tiba saatnya si teman yang pernah saya traktir ulang tahun, mereka malah nggak ngadain acara makan-makan. Uhh, sebenarnya siapa sih yang pelit. Kenapa kalau saya orang Padang yang pelit, dia ngomong, “dasar Padang lo,”, eh pas dia yang pelit, saya nggak pernah ngomong, “Dasar Jawa lo!!!”
Padahal pelit, matre..tergantung orangnya, bukan suku-sukunya.. 
Parahnya, Bapak saya juga pernah dikatain “Padang bengkok” saat lagi tawar menawar di Jakarta.
Kisah lainnya, waktu menemani teman Belanda yang sedang tawar menawar jam tangan di Kuala Lumpur, melihat cara dia menawar, saya jadi ingat etnis sendiri. Ternyataaaaa….. orang Belanda dan Padang (Minang) banyak kemiripan yaaaaaa. Malah orang Belanda lebih parah dalam menawar dibanding orang Minang!!!
Saking kesalnya si penjualnya nanya “Where are you from??? Holland??” *Gubrak* Ketebak gitu. Ternyata, kalau di Indonesia yang terkenal pelit (ooops masih tersinggung) adalah Padang/Minang. Di dunia adalah Belanda…  High Five deh Kompeni. We’re on the same boat XD
Dan saya mencoba untuk mencari-cari persamaan orang Belanda dengan Minang dari sifat perhitungannya. Sumatera Barat dan Belanda, selain luas teritorinya yang hampir sama, dan sama-sama berbatas dengan lautan, kecil, jumlah penduduknya yang sedikit namun kita tetap ‘exist‘,- tersebar dimana-mana,-
Sejak dahulu kala, orang Belanda terkenal sebagai bangsa yang suka berlayar dan berdagang. VoC, bukti nyata. Orang Minang,- juga bangsa yang suka merantau dan berdagang. Nah, mungkin karena bangsa Pedagang ini kita jadi sangat perhitungan. Kalau orang berdagangkan selalu mikirin untung dan rugi, Benarkan…???
Saya punya kenalan Belanda yang punya anak angkat dari Indonesia dan disekolahin sampai sukses. Waktu itu juga pernah kenal mbak-mbak asli Bali di Kuta, yang berkerja sebagai travel agent dan dia cerita, kalau dia pernah ke Belanda. Ceritanya, dia dibiayain sama kakek-kakek Belanda yang punya apartment di Legian. Rejeki nomplok nggak tuh si mbak. Puas lah dia hidup di Belanda sama anak-anaknya si bapak tua itu, diajak jalan-jalan liat-liat Belanda. Semuanya gratis. Nah, pelit darimana??
Orang Belanda terkenal sangat straightforward dalam mengemukakan pendapat. Orang Minang?? Mungkin ini yang membuat orang Jawa sering salah paham dengan orang Minang. Dari ‘outsider’, kita sering dengar kalau orang Minang itu kasar dan sebagainya. Orang Jawa terkenal dengan kehalusan gaya bicaranya, meski sedang marah dan tidak suka dengan lawan bicaranya, kita lah yang harus bisa membaca pikiran mereka. Senyum bagi mereka kadang bukan berarti senyum sesungguhnya, banyak arti lain. Kadang tersenyum hanya karena mereka nggak mau menyakiti lawan bicaranya.
Minang,- bagi kita, lebih baik sakit sekarang daripada tau belakangan, straight to the point. Mirip Belanda?? :P
Belanda, pernah mengalami masa-masa keemasan berabad-abad lampau. Dimana mereka menghasilkan penemu, pelukis, filsafat kelas dunia. Sedangkan Minangkabau?? Kita juga pernah mengalami masa-masa keemasan, dimana tokoh-tokoh politik Asia Tenggara berasal dari Minangkabau. Kadang saya sering bangga memandang Dolar Singapore dan Ringgit Malaysia, Kepala negara pertamanya adalah orang Minang dan melekat dimata uang asing, sampai sekarang.
Orang Minang dalam Mata Uang Malaysia dan Singapura
Orang Minang dalam Mata Uang Malaysia dan Singapura
Nggak bermaksud menjadi Chauvinis, kadang,- kita harus bangga dengan hal-hal positif yang kita punya meskipun itu hanya sejarah masa lalu,- kalau tidak kita akan jadi rendah diri dengan adat istiadat sendiri, seperti saya muda yg hanya takut dibilang Padang pelit, saya harus ntraktir teman-teman yang gak tau diri makan-makan di Restorant. Padahal ulang tahun saya tuh tanggal muda, tanggal 7!! Hasilnya, 3 minggu berikutnya saya harus rela makan tempe tiap hari dan ngemil Chicky…. :( ((
Gus Dur pernah berkata; Generasi Minang sekarang, nggak berhasil mencetak tokoh-tokoh berpengaruh seperti di masa lampau. Di zaman keemasannya, dunia sastra Indonesia dikuasai oleh orang Minang, yang membuat bahasa Minang memberi banyak pengaruh ke bahasa Indonesia. Gus Dur mempertanyakan ini. Saya nggak tau kelanjutan ceritanya, tapi masa’ sih seorang Gus Dur nggak tau kenapa ini bisa terjadi???
Setelah membaca sedikit biografi tokoh2 Minang, yah, mungkin karena pendidikan diranah Minang saat itu dipengaruhi pendidikan Belanda. Coba liat deh, Hatta dan kawan-kawan bisa menguasai at least 3 bahasa asing, yang otomatis… beliau-beliau ini punya banyak bahan bacaan dari buku-buku berbahasa belanda, Jerman, Prancis dan sebagainya. Membaca adalah jendela dunia, semakin banyak seseorang membaca buku-buku yang berkualitas, otaknya semakin terasah dan semakin kritis, pandangannya akan lebih luas.
Bandingkan dengan sistem pendidikan dan tokoh2 kita sekarang. Mana ada tokoh-tokoh Indonesia sekarang yang dikategorikan sebagai Polyglot, menguasai banyak Bahasa seperti Hatta, Agus Salim yang konon menguasai 11 bahasa…??
Tapi anehnya, Hamka hanya sampai kelas 6 sd. Tapi beliau juga menguasai banyak bahasa asing, tanpa sekolah tinggi ke Harvard, semuanya otodidak, toh Hamka berhasil menjadi ulama dan sastrawan yang dipedomanin sampai keluar Indonesia. Malah di luar, namanya jauh lebih diagungkan dibanding dalam negri. Eit, Jepang,- bukan bangsa yang menguasai banyak bahasa :|
Dan ada lagi, didalam adat Minang lampau,- berlawanan dengan cara bicara orang Minang yang straight to the point, malah berbicara dengan mertua itu harus berkias-kiasan. Maksudnya Pakai MAJAS, apakah itu metafora atau personifikasi. Gak bisa bermajas artinya nggak selamat dengan Mertua. Ampun deh!!! Generasi sekarang malah berbahasa Alay seperti Ciyus?? Miapah…. *OMFG*
In my humble opinion, faktor-faktor diatas yang membuat Minang dahulu tidak sama lagi dengan Minang zaman sekarang. Lagian, “Life is like a wheel, sometimes you’re at the top, sometimes you’re at the bottom. The world turns.”
Ada lagi persamaan yang saya temui antara Minang dan Belanda. Menurut si teman Belanda, wanita belanda itu feminist banget, di Belanda, wanita Belanda sangat berkuasa, yang mengatur keuangan dan sebagainya, sedang prianya nurut-nurut aja. Mungkin, karena itu cowok Belanda suka wanita Indonesia, apalagi wanita jawa yang sangat nunduk sama pria. Du duduuuu …
Hmmm, ternyata wanita belanda kelakuannya nggak jauh beda sama wanita di adat Minang. Mungkin karena sistem garis keturunan ibu, dimana wanita punya peranan besar di keluarga, sang ibu/nenek lah yang biasanya jadi otak didalam rumah tangga. Ke-egaliteran dlm budaya Minang membuat wanita dan pria bisa dikatakan setara. Dalam adat Jawa, membantah perkataan pria/suami mungkin hal yang tabu, dalam adat Minang,- hal yang biasa. Dan  faktanya wanita Minangkabau sudah menuntut ilmu jauh sebelum ibu Kartini dan gerakan emansipasinya.
Contohnya, Rohana Kudus yang lahir lebih awal dari ibu Kartini mencetak banyak prestasi di banding ibu Kartini, namun begitulah…. Sejarah kadang hanya lebih ditekankan oleh siapa yang paling berkuasa. Tapi ini bukti, Minangkabau sudah mengenal kata feminist sejak berabad-abad silam. (hmm, saya juga kurang tau beda antara Matriarch vs Feminist, mungkin ada yang tau??)
Dulu, saya termasuk orang yang lebih mentingin rasa kenasionalitasan dibanding kedaerahan. Tapi belakangan…. setelah membaca-baca tweet figur publik dan isi otak orang Indonesia tentang film Hanung yang dengan sembrononya dengan suku Minang, perlahan-lahan,-kepedulian akan rasa nasionalitas pudar sudah.
Kerukunan beragama di Minangkabau jauh lebih baik dibanding Jakarta atau daerah lain, bahkan saat demo 98, khabarnya orang Jakarta selalu mengirim ‘Beha’ ke orang Minang, karena kita paling malas demo-demoan dan dianggap pengecut atau kurang kompak. Suatu hari dulu pernah menguping pembicaraan supir angkot yang dibayar untuk demo, dia bilang ketemannya,- dibanding demo-demoan nggak jelas, mending ‘narik’, penghasilan lebih dari demo bayaran. Menurut saya, sangat tipikal orang Minang, banyak dari kita tidak puas hanya dengan gaji yang dibayar, kalau kita bisa menghasilkan lebih mending kita usaha sendiri daripada disuruh-suruh.
Eh, kehabisan ide bikin film, bawa-bawa isu agama dengan memutar balikan fakta diranah yang tenang dan damai (kecuali dengan gempa..eii). Apa nggak kepikiran dengan dia, hal ini bisa menjadikan rasa nggak nyaman untuk kerukunan di kampung orang. Malah para selebtwit dengan sotoy nya menuduh kita yang protes adalah orang primitif. Eloo tuh yang kurang adat, nggak ngerti pepatah, ‘dimana bumi dipijak, disana langit dijunjung’ yang artinya, dimana pun lo berada, Hargai budaya setempat.
Kalau begini nih, sempat terbersit kenapa sih kita harus jadi bagian NKRI, udah rasis dan kurang toleransi, sotoy pula!!! Emangnya enak, menanggung dosa daerah lain padahal kita yang nggak tau apa2 jadi kena getahnya, daerah lain yang tukang bakar-bakar gereja eh atas nama Indonesia tercinta kita yang kena,— D.A.M.N
Sangat merindukan Indonesia yang positif, bukan Indonesia yang negatif, diracuni dengan medianya sendiri.
Pengalaman stereotype lainnya ; ‘Emang benar ya…. Padang itu Cinanya Indonesia’
‘Hah, … kok bisa gitu..‘,-saya nanya balik,  si penanya itu juga nanya dan nggak tau jawabannya, karena dia juga dengar-dengar dari orang.
Ada yang tau kenapa begitu??
Atau mungkin, Padang dan China sama-sama suka berdagang, selalu ada dimana-mana, lalu….  sama2 gigih, terbukti,- di Sumatera Barat, yang menguasai perekonomian itu bukan warga keturunan seperti di provinsi lainnya,- tapi seimbang, Hanya itu yang bisa saya tafsir dari kalimat sipenanya itu. Atau mungkin ada hal-hal negatif yang nggak diutarakan. Ah, saya nggak mau berpikiran buruk.
Dan belakangan, terdengar rumor kalau orang Padang itu keturunan Yahudi. Wahhh, keren banget!!!! hahahaha…. Mau merasa tersanjung atau gimana gitu disamakan dengan yahudi. Orang Yahudi kan ganteng-ganteng dan yang cewek wajahnya ala Natalie Portman. :D .
Udah Ge-er duluan, atau jangan2 ada hubungannya dengan istilah Padang bengkok atau licik?? *Yuk, kita tanyakan pada Galileo*
Ironisnya, di Singapore dan Malaysia, ketika saya mengaku orang Minang,,,, nggak ada yang stereotypenya Padang pelit, bengkok dsb. Kalau di Singapore, saya bilang dari Padang, reaksinya  ’Ohh, Jadi nasi Padang itu dari sebuah daerah di Indonesia… I see, I see, nice to know….’. 
Sedangkan di Malaysia, sepertinya mereka lebih welcome dengan orang Minang dibanding Indons. Saya kaget waktu bertemu rombongan Malaysian di Krabi saat makan malam, ketika saya bilang dari Indonesia, reaksinya biasa aja, dan ketika dia nanya which part of Indonesia, saya jawab Sumatra Barat.——- Reaksinya berubah 180 derajat. Mereka keliatan semangat dan mengaku dari negeri sembilan dan mulai berbahasa Minang. Ketika saya agak canggung berbahasa Minang dan memilih berbahasa Inggris, mereka agak curiga, serius nih orang Minang. Akhirnya bercakap Minang dengan orang Malaysia, baru deh komunikasi lancar jaya. Meski ada perbezaan sikit.
Saya kagum dengan orang Malaysia keturunan Minang ini, padahal sudah lebih dari 5 abad yang lalu nenek moyang mereka meninggalkan ranah minang, tapi mereka nggak pernah lupa akan asal usulnya, tentunya mereka berhak mengakui rendang dan mendirikan rumah gadang di sana, jangan tuduh curi budaya pula my fellow Indonesians, pelajari sejarah, jangan sampai kita dijadiin bahan ketawaan saudara serumpun.
Oops, tapi nggak bisa disalahkan juga. Mata pelajaran disekolah kita sangat Jawasentris. Mana pernah kita diceritakan kalau Kerajaan Minangkabau itulah yang punya pengaruh besar ke Melayu di Malaysia sekarang sampai ke Bruney, kepulauan Sulu di Filipina Selatan.
Di ketawain orang Malaysia yang sengaja mengukur wawasan orang Indonesia tentang Nusantara, ini karma bagi kita, kenyang di dongeng-in Sukarno dengan Majapahit dan sebagainya, yang faktanya sejarah Majapahit juga masih kabur. Sukarno dengan khayalannya tentang Kerajaan Melayu takluk dengan Majapahit, dan tidak ada bukti atau prasasti sama sekali tentang itu. Nggak seperti, orang Minang dinegri sembilan yang sampai sekarang masih berbahasa Minang, dan mendirikan rumah adat Minang, padahal di abad yang sama.
Yang paling menyedihkan, orang Minang juga ikut-ikutan ribut tentang Rendang punya siapa dengan Malaysia. Pernah dulu saya menulis ini di blog, teman Padang saya malah menyindir di statusnya kalau saya nggak tau sejarah tentang kehebatan Majapahit. Halo urang awak, mau aja dibodoh2in sejarah ciptaan Sukarno. Ini akibat buku sejarah yang nggak pernah jujur menceritakan fakta sebenarnya.
Untung saya melanglang buana ke Malaysia dan Singapore, saya jadi banyak tau tentang cerita yang sebenarnya dibanding buku dongeng disekolah. Saya baru tau ini ditahun 2008, ketika saya dan kedua teman dari Belanda dan Swedia menjelajah Malaka. Hati ini pun jadi bertanya-tanya, mana yang katanya Malaka pernah dikuasai Majapahit. Peninggalan Portugis, Belanda dan Minangkabau lah yang sangat jelas ditemui di Melaka. Bukan Majapahit. Uh, bermimpi.
Tahun 2008, Saya, teman Swedia dan Belanda menyewa mobil dan melakukan road trip dari Johor ke Melaka. Di sepanjang perjalanan, teman Belanda dan Swedia yang sebulan sebelumnya baru saja mengembara ke Sumatera Barat nyeletuk waktu mereka melihat sekumpulan ibu-ibu berjilbab membuat ‘lemang’, ‘Mirip-mirip di West Sumatera yah budayanya????’ Nah lhoooo…. Orang bule yang nggak tau apa-apa tentang Melayu dan Minangkabau sampai berujar demikian. Pernyataan mana lagi yang akan kamu sangkal.
Saya bukan anti-Sukarno, tapi saya dan banyak orang Minang tentu tidak respect dengan Sukarno setelah apa yang telah dia lakukan. Sukarno banyak menzolimin orang Minang dari membunuh 30.000 nyawa orang Sumatera Tengah (paling banyak Minangkabau) saat PRRI. Menceritakan omong-kosong tentang kerajaan Majapahit yang menguasai Sumatera, padahal bukti-bukti tentang itu tidak jelas. Serta memecah Sumatera Tengah sehingga komunitas Minang  menyusut dan perlahan-lahan menjawanisasikan budaya-budaya lainnya. Bhineka Tunggal Ika hanya pajangan dinding.
Mungkin teman-teman Jawa akan shock mendengar penuturan ini, mereka harus tau,- Kalau Sukarno juga Gus Dur, tidak pernah populer di Sumatera. Hanya orang Jawa yang mendewakan Sukarno, sedangkan kita orang Sumatera muak ketika dia memanggil dirinya Paduka Raja. Sejak kapan Indonesia yang republik berubah menjadi Monarki.
Setelah ketak ketik panjang lebar, terkadang memang lebih menyenangkan hidup diluar Indonesia, tanpa menyandang embel-embel kesukuan, bukannya nggak bangga dengan suku sendiri….  hanya, tampaknya hidup lebih bebas dan tenang tanpa beban stereotype.

Oh ya...tulisan ini bukan bermaksud kesukuan/ras, tapi hanya tulisan untuk memperkaya khazanah tipe suku di Indonesia. Kurang lebihnya mohon maaf, dan semoga pembaca dapat menambah ilmunya.