Selasa, 24 Juni 2014

Korupsi Jokowi Ahok di Kartu Jakarta Sehat (KJS)

Sudah tercatat banyak kebohongan Joko Widodo (Jokowi) mantan walikota Solo (Surakarta) 2005 – 2011, sekarang Gubernur DKI Jakarta 2012 – 2017. Kebohongan – kebohongan Jokowi terbagi atas dua : kebohongan terkait dengan tindak pidana korupsi dan kebohongan terkait janji atau ucapannya tentang suatu hal.
Jokowi sangat mudah berjanji karena dia tidak merasa memiliki kewajiban untuk memenuhi atau menepati janji tersebut. Terlihat jelas dari perilaku Jokowi yang begitu mudah melupakan janji, menganggap enteng janji, mengabaikan janji dan melanggar janji, baik kepada rakyat, mau pun kepada tokoh politik atau tokoh bangsa. Kebohongan bagi Jokowi bukanlah dosa. Kebohongan bagi Jokowi bukanlah pelanggaran hukum atau etika. Kebohongan bagi Jokowi tidak bermakna apa – apa karena dirinya sudah terbiasa berbohong dari sejak kecil hingga sekarang.
Kebohongan Jokowi Karena Korupsi
Kebohongan Jokowi yang terkait dengan perbuatan pidana atau korupsi, sering dilakukan Jokowi, terutama dalam rangka menyelamatkan diri, menutupi kejahatannya dan menuduh atau memfitnah pihak lain.
Contoh, ketika DPRD DKI Jakarta pada akhir tahun 2012 lalu berencana mengajukan hak interpelasi DPRD kepada Jokowi yang dinilai telah melanggar Peraturan Daerah No. 4 tahun 2009 Tentang Kesehatan Daerah.
Penerbitan Peraturan Gubernur no. 187 tahun 2012 oleh Jokowi pada Nopember 2012 itu melanggar Perda DKI no. 4 tahun 2009 tentang kesehatan daerah. Peraturan Daerah atau Perda memiliki status hukum yang lebih tinggi dari pada Peraturan Gubernur (Pergub).
Pada Pergub DKI No. 187/2012 terjadi pelanggaran hukum dan menimbulkan kerugian negara serta kerugian bagi rakyat miskin penduduk DKI Jakarta.
Pelanggaran hukum Pergub DKI Jakarta Nomor 187/2012 itu dikarenakan ketentuan – ketentuan atau pasal – pasal dalam Pergub Nomor 187/2012 bertentangan Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2009, terutama mengenai warga DKI Jakarta yang menjadi peserta jaminan asuransi kesehatan. Perda membatasi kepesertaan hanya pada warga miskin DKI Jakarta. Pergub menetapkan semua warga Jakarta berhak dan jadi peserta asuransi kesehatan.
Konsekwensi dari terbitkan Pergub DKI Jakarta Nomor 187/2012 itu, peserta jaminan asuransi kesehatan DKI Jakarta melonjak dari 300.000 menjadi 4 juta orang penduduk Jakarta.
Premi asuransi yang semestinya Rp. 500 miliar, melonjak menjadi Rp. 5 Triliun per tahun, yang mana tidak mampu dibayar oleh Pemda DKI Jakarta, sehingga terpaksa limit atau batas jaminan asuransi kesehatan warga Jakarta diturunkan drastis dari Rp. 100 juta per orang menjadi hanya Rp. 6 juta per orang.
Akibatnya, karena limit atau batas biaya perawatan, pengobatan dan rumah sakit yang ditanggung Pemerintah DKI turun drastis, sebagian besar rakyat miskin Jakarta tidak mendapat pelayanan kesehatan yang memadai seperti tahun – tahun sebelumnya, ketika Pergub DKI Nomor 187/2012 belum terbit.
Terbukti Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta telah merugikan rakyat miskin DKI Jakarta hanya karena kebodohannya atau karena keserakahannya mengeruk komisi /fee / kick back /suap ratusan miliar rupiah dari Penyelenggara asuransi kesehatan DKI Jakarta.
Karena Pergub Nomor 187 Tahun 2012 yang diterbitkan Gubernur Jokowi itu menetapkan warga yang berhak menerima manfaat KJS adalah SEMUA warga DKI Jakarta, maka jumlah warga DKI yang tertanggung (pemilik – penerima manfaat KJS) menjadi melonjak tajam. Tidak lagi hanya terbatas pada warga miskin DKI saja.
Dalam prinsip dasar asuransi kesehatan berlaku ketentuan bahwa jika jumlah tertanggung (pemakai KJS), naik sedangkan premi asuransi tetap, maka nilai pertanggungan (jaminan asuransi) menjadi turun.
Akibat dari pemberlakuan Pergub No. 187/2012 itu, warga miskin DKI Jakarta sangat menderita. Bayangkan saja, pelayanan kesehatan apa yang bisa diberikan Rumah Sakit dengan jaminan penggantian asuransi per warga hanya Rp 6 juta saja. Penyakit-penyakit berat dan kronis seperti jantung, hati, ginjal, mata, paru, Kanker, HIV, dan sejenisnya tidak dapat dijamin asuransi kesehatan DKI Jakarta.
Berbeda halnya ketika Pergub DKI Jakarta No. 187/2012 itu belum ada. Warga miskin DKI Jakarta, ditanggung asuransi jaminan kesehatannya sampai batas Rp. 100 juta !
Kenapa Jokowi berbuat seperti itu ? Tega menyeret warga miskin DKI Jakarta ke lembah penderitaan yang sebelumnya tidak pernah terjadi. Apa motif Jokowi sampai hati menyebabkan penderitaan dan kesusahan warga miskin Jakarta akibat tidak mendapat pelayanan kesehatan yang memadai dari Rumah Sakit, Dokter dan apotik ?
Berdasarkan penyelidikan tim investigasi pelaksanaan jaminan kesehatan Jakarta, ditemukan indikasi kolusi dan korupsi pada pengadaan asuransi jaminan kesehatan Pemda DKI Jakarta.
Temuan – temuan tersebut antara lain :
  1. Peningkatan jumlah tertanggung asuransi kesehatan Pemda DKI Jakarta, dari 300.000 warga miskin Jakarta, menjadi 4 juta warga DKI Jakarta (yang terdaftar berdasarkan kepemilikan KTP DKI Jakarta), tidak efektif atau tidak berguna bagi warga DKI Jakarta yang berstatus ekonomi mampu. Artinya : warga mampu DKI Jakarta, tidak menggunakan fasilitas asuransi kesehatan DKI Jakarta, melainkan hampir semua menanggung sendiri biaya perobatan dan Rumah Sakit.
  2. Peningkatan jumlah tertanggung asuransu kesehatan Pemda DKI Jakarta, menyebabkan penurunan nilai pertanggungan dan batas biaya penggantian terhadap rumah sakit yang melayani pasien warga miskin. Bahkan, untuk perobatan rawat jalan, biaya maksimal yang dijamin hanya Rp. 150.000 per orang per visit (kunjungan). Sedangkan untuk biaya rawat inap per pasien hanya Rp. 6 juta, turun tajam dari sebelumnya Rp. 100 juta per orang.
  3. Pengurangan nilai jaminan asuransi yang dibayarkan ke rumah sakit rujukan, menyebabkan melonjaknya tagihan rumah sakit – rumah sakit rujukan ke Pemda DKI Jakarta. Sebagian dari biaya rumah sakit yang tidak ditanggung asuransi terpaksa ditagihkan ke Pemda DKI, jumlahnya ratusan miliar rupiah dari hampir 30 puluh rumah sakit.
  4. Akibat dari penurunan batas jumlah tanggungan asuransi terhadap pasien miskin, Jokowi Ahok mendapatkan komisi asuransi /kick back yang sangat besar. Kolusi dan korupsi antara Jokowi Ahok dengan PT Askes ini membuahkan suap ratusan miliar untuk Jokowi Ahok.
  5. Pada pengadaan perusahaan pendamping jaminan kesehatan, Ahok selaku wagub telah melanggar hukum dengan menunjuk langsung PT. Askes untuk proyek senilai sekitar Rp. 17 miliar, lagi – lagi ahok melanggar hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(Bersambung)

Bukti Kebohongan Jokowi Pada Program KJS

Ya Allah, Tega nian Gubernur Jokowi Menipu Rakyatnya. Siapa bilang dengan KJS (Kartu Jakarta Sehat) boleh berobat gratis? Buktinya tadi pagi saya & anak saya berobat di Poli Mata di Puskesmas Kec.Cilincing Jakarta Utara, bayar!
Memang bayarnya sih murah, Rp 15.000,- per Orang. Itu kalau lagi pas si pasien punya uang/ bawa uang.Di ruang tunggu loket, saya yg mendapat nomer antrian 90 melihat kenyataan yg memilukan. Apa itu? Seorang bapak tua, aki-aki asli Betawi, memakai kos bergambar Jokowi sedang marah2 di loket.
“Gile lu. Katanya pake KJS berobat Gratis!”
“Maaf pak, itu bukan kebijakan kami (pengelola Puskesmas maksudnya), itu kebijakan Pemda DKI (Gubernur Jokowi maksudnya).”
Mana bapak tua itu tahu kalau sejak Januari 2014 lalu berobat di Puskesmas sudah tidak gratis lagi alias bayar!
Celakanya, karena dulu dan bahkan tadi malam Jokowi berkoar-koar di TV , di DEBAT CAPRES, yang ditonton oleh Jutaan Rakyat Indonesia, katanya dengan kartu ini penduduk Indonesia yg kurang mampu BISA BEROBAT GRATIS, lagi-2 dia klaim seperti di Jakarta (dengan Sistem KJS). Buktinya? BOHONG!!
Si bapak tua tadi, marah2 lantaran di dompetnya cuma ada uang Rp 7.000,-, sedangkan tarif yg wajib dia bayar Rp 15.000,-! Yang membuat si bapak tua itu kesal, pihak Puskesmas Kelurahan Rorotan, tempat di mana dia tinggal, karena tidak ada poli mata, menyarankan si bapak tua tadi untuk berobat di Puskesmas Kecamatan.
Tadi malam si bapak tua itu rupanya juga nonton DEBAT CAPRES, dan dia dulu pernah berobat gratis pake KJS, maka dia berani datang berobat mata ke Puskesmas tingkat kecamatan. Perlu anda ketahui, si bapak tua itu untuk menuju Puskesmas tersebut dari rumahnya di wilayah Rorotan mengeluarkan ongkos Rp 7.000,- (dua kali naik angkot, KWK 05; Rp 4.000 + Rp 3.000). Nah, hari itu si bapak tua punya uang hanya Rp 30.000,-. Maka dia membawa Rp 14.000 pas tuk sekedar ongkos angkot ke puskesmas PP, sisanya tuk belanja Istrinya di rumah.
Ibu-2 yg berjilbab lebar melerai bapak tua yg marah2 itu. Dan dia membayarkan tarif Poli Mata si bapak berkaos bergambar Jokowi, agar tidak ada keributan di puskesmas.
“Gua Sumpahin Jokowi Belangsak! Tega2nya nipu rakyat miskin! Gua jijik pake kaos ini. Ntar dirumah kaos ini gua bakar, biar tetangga pada tahu kelakuan Jokowi. Bacot doang gede…”
Ketika saya & anak saya menunggu di depan ruang Poli Mata, banyak pasien mengeluh; “Katanya gratis. Koq ini bayar..”
Setelah saya & anak saya diperiksa mata oleh dokter, lalu dikasih masing2 dua lembar resep. “Yang ini obatnya silahkan diambil di ruang obat. Sedangkan yg ini karena stok obatnya tidak ada, harap dibeli di apotik pak..” Ujar dokter.
Saya sih gak keberatan, karena saya alhamdulillah punya uang. Lah, si bapak tua berkoas gambar Jokowi tadi, gimana mau beli obat di apotik? Uangnya saja cuma Rp 7.000, itu pun untuk ongkos pulang ke rumahnya. Tadi aja, untung ada ibu2 berjilbab lebar yg baik hati, yg mau bayarin tarif Poli Mata si bapak.
Saudara-saudari ku sebangsa setanah air. Tadi saja, saya dibonceng naik motor oleh istri, keliling mencari apotik tuk nebus resep. Sudah tiga apotik yg kami datangi tidak ada obat yg dimaksud dalam resep dokter. Dan baru ada di apotik yg keempat yg kami datangi. Kami menebus obat yg sama namun beda merk, itupun setelah dokter yg kebetulan ada di apotek tersebut memberikan penjelasan, bahwa isi kandungan obatnya sama.
Sontak terpikirlah olehku bagaimana nasib si bapak tua tadi.
“Ya Allah, Jangan Kau Hinakan Bangsa Kami dengan Pemimpin Yang Menipu Rakyatnya. Ya, Alloh Kasihanilah kami. Berilah kami Pemimpin Yg Tidak Suka Berbohong. Amin.”