Minggu, 04 Agustus 2013

Stereotype orang minang

Sepertinya hal yang wajar, ketika menonton lawakan di TV nasional kita mendengar kalimat begini, ’Dasar Padang, Batak, Betawi, Cina dsb nya’. Saya nggak tau apakah ini juga terjadi di tempat yang sangat multi-cultural, selain di Indonesia.
Sayang, saya nggak pernah merasakan hidup di New York atau Amsterdam yang juga sangat multi-kultural, malah dalam satu kota Amsterdam terdapat lebih kurang 200 bangsa.
Merasakan hidup di Singapore, yang bisa dikatakan juga multicultural,- Saya nggak begitu sadar apakah ada kalimat-kalimat seperti yang sering Saya dengar di Indo, misal  ’dasar China, dasar Melayu, dasar India, dasar Eurasian’ :) , aneh aja denger dasar Eurasian..
Atau mungkin karena di Singapore sangat individual dan bercandanya gak se’dekat’ orang kita jadi saya hampir jarang mendengar kalimat “dasar ini itu” . Sepengetahuan saya,- ada beberapa dari orang Cina Singapore kurang menyukai India. Namun, karena racial issue sangat sensitif di Singapore jadi terdengar harmonis.
Kalau di Indo,- dari orang biasa, selebtwit, sampai selebritas.. masih belum matang freedom of speechnya. Tapi sok-sok an terkesan cerdas dan pintar. Buktinya, waktu kasus Film si Hanung, Cinta Tapi Beda, saya sempat terbaca twit2 yang sangat tidak sensitif ke etnis tertentu. Seperti mengolok-olokan Rumah Makan Minang dengan twit ‘Bacon Balado’, ‘Rendang babi’, dsb. *lucunyamaksa*
Dikehidupan sehari-hari, sudah biasa mendengar kalimat dibawah ini baik itu di acara komedi dan sebagainya;
“Dasar Padang” ,
“Padang amat lo….”,
“Padang Pelit” ,
“Jangan kawin sama cewek Minang, — tukang ngatur suami, berkuasa”
“Padang Matre, cowok aja dibeli”
(meski hanya Pariaman yang menganut sistem ini, tapi orang luar mengeneralisir ke Padang/Minang. Padahal, adat membeli cowok ini sepengetahuan saya berasal dari India yang sekarang sudah di ilegalkan. Dan yang saya lihat, masih banyak wujud India di Pariaman, bahkan teman-teman SD saya yang berparas murni India, semuanya berasal dari Pariaman)
Lalu pernah mendengar seseorang mengejek logat Minang yang menurut dia huruf ‘E’ nya itu terdengar kampungan. Sayang waktu itu saya belum belajar bahasa Prancis, seandainya saya udah kenal bahasa Prancis saat itu, saya bisa balas… , Berarti bahasa Minang punya huruf ‘e’ aksen Prancis dan ‘e’ dengan aksen normal. :P
Sewaktu masih belia dan hidup nge-kost, untuk membuktikan Padang nggak pelit,- saya mentraktir beberapa teman kost disalah satu restorant di hari ulang tahun. Padahal duit saya nggak banyak!!! Dan lucunya, tiba saatnya si teman yang pernah saya traktir ulang tahun, mereka malah nggak ngadain acara makan-makan. Uhh, sebenarnya siapa sih yang pelit. Kenapa kalau saya orang Padang yang pelit, dia ngomong, “dasar Padang lo,”, eh pas dia yang pelit, saya nggak pernah ngomong, “Dasar Jawa lo!!!”
Padahal pelit, matre..tergantung orangnya, bukan suku-sukunya.. 
Parahnya, Bapak saya juga pernah dikatain “Padang bengkok” saat lagi tawar menawar di Jakarta.
Kisah lainnya, waktu menemani teman Belanda yang sedang tawar menawar jam tangan di Kuala Lumpur, melihat cara dia menawar, saya jadi ingat etnis sendiri. Ternyataaaaa….. orang Belanda dan Padang (Minang) banyak kemiripan yaaaaaa. Malah orang Belanda lebih parah dalam menawar dibanding orang Minang!!!
Saking kesalnya si penjualnya nanya “Where are you from??? Holland??” *Gubrak* Ketebak gitu. Ternyata, kalau di Indonesia yang terkenal pelit (ooops masih tersinggung) adalah Padang/Minang. Di dunia adalah Belanda…  High Five deh Kompeni. We’re on the same boat XD
Dan saya mencoba untuk mencari-cari persamaan orang Belanda dengan Minang dari sifat perhitungannya. Sumatera Barat dan Belanda, selain luas teritorinya yang hampir sama, dan sama-sama berbatas dengan lautan, kecil, jumlah penduduknya yang sedikit namun kita tetap ‘exist‘,- tersebar dimana-mana,-
Sejak dahulu kala, orang Belanda terkenal sebagai bangsa yang suka berlayar dan berdagang. VoC, bukti nyata. Orang Minang,- juga bangsa yang suka merantau dan berdagang. Nah, mungkin karena bangsa Pedagang ini kita jadi sangat perhitungan. Kalau orang berdagangkan selalu mikirin untung dan rugi, Benarkan…???
Saya punya kenalan Belanda yang punya anak angkat dari Indonesia dan disekolahin sampai sukses. Waktu itu juga pernah kenal mbak-mbak asli Bali di Kuta, yang berkerja sebagai travel agent dan dia cerita, kalau dia pernah ke Belanda. Ceritanya, dia dibiayain sama kakek-kakek Belanda yang punya apartment di Legian. Rejeki nomplok nggak tuh si mbak. Puas lah dia hidup di Belanda sama anak-anaknya si bapak tua itu, diajak jalan-jalan liat-liat Belanda. Semuanya gratis. Nah, pelit darimana??
Orang Belanda terkenal sangat straightforward dalam mengemukakan pendapat. Orang Minang?? Mungkin ini yang membuat orang Jawa sering salah paham dengan orang Minang. Dari ‘outsider’, kita sering dengar kalau orang Minang itu kasar dan sebagainya. Orang Jawa terkenal dengan kehalusan gaya bicaranya, meski sedang marah dan tidak suka dengan lawan bicaranya, kita lah yang harus bisa membaca pikiran mereka. Senyum bagi mereka kadang bukan berarti senyum sesungguhnya, banyak arti lain. Kadang tersenyum hanya karena mereka nggak mau menyakiti lawan bicaranya.
Minang,- bagi kita, lebih baik sakit sekarang daripada tau belakangan, straight to the point. Mirip Belanda?? :P
Belanda, pernah mengalami masa-masa keemasan berabad-abad lampau. Dimana mereka menghasilkan penemu, pelukis, filsafat kelas dunia. Sedangkan Minangkabau?? Kita juga pernah mengalami masa-masa keemasan, dimana tokoh-tokoh politik Asia Tenggara berasal dari Minangkabau. Kadang saya sering bangga memandang Dolar Singapore dan Ringgit Malaysia, Kepala negara pertamanya adalah orang Minang dan melekat dimata uang asing, sampai sekarang.
Orang Minang dalam Mata Uang Malaysia dan Singapura
Orang Minang dalam Mata Uang Malaysia dan Singapura
Nggak bermaksud menjadi Chauvinis, kadang,- kita harus bangga dengan hal-hal positif yang kita punya meskipun itu hanya sejarah masa lalu,- kalau tidak kita akan jadi rendah diri dengan adat istiadat sendiri, seperti saya muda yg hanya takut dibilang Padang pelit, saya harus ntraktir teman-teman yang gak tau diri makan-makan di Restorant. Padahal ulang tahun saya tuh tanggal muda, tanggal 7!! Hasilnya, 3 minggu berikutnya saya harus rela makan tempe tiap hari dan ngemil Chicky…. :( ((
Gus Dur pernah berkata; Generasi Minang sekarang, nggak berhasil mencetak tokoh-tokoh berpengaruh seperti di masa lampau. Di zaman keemasannya, dunia sastra Indonesia dikuasai oleh orang Minang, yang membuat bahasa Minang memberi banyak pengaruh ke bahasa Indonesia. Gus Dur mempertanyakan ini. Saya nggak tau kelanjutan ceritanya, tapi masa’ sih seorang Gus Dur nggak tau kenapa ini bisa terjadi???
Setelah membaca sedikit biografi tokoh2 Minang, yah, mungkin karena pendidikan diranah Minang saat itu dipengaruhi pendidikan Belanda. Coba liat deh, Hatta dan kawan-kawan bisa menguasai at least 3 bahasa asing, yang otomatis… beliau-beliau ini punya banyak bahan bacaan dari buku-buku berbahasa belanda, Jerman, Prancis dan sebagainya. Membaca adalah jendela dunia, semakin banyak seseorang membaca buku-buku yang berkualitas, otaknya semakin terasah dan semakin kritis, pandangannya akan lebih luas.
Bandingkan dengan sistem pendidikan dan tokoh2 kita sekarang. Mana ada tokoh-tokoh Indonesia sekarang yang dikategorikan sebagai Polyglot, menguasai banyak Bahasa seperti Hatta, Agus Salim yang konon menguasai 11 bahasa…??
Tapi anehnya, Hamka hanya sampai kelas 6 sd. Tapi beliau juga menguasai banyak bahasa asing, tanpa sekolah tinggi ke Harvard, semuanya otodidak, toh Hamka berhasil menjadi ulama dan sastrawan yang dipedomanin sampai keluar Indonesia. Malah di luar, namanya jauh lebih diagungkan dibanding dalam negri. Eit, Jepang,- bukan bangsa yang menguasai banyak bahasa :|
Dan ada lagi, didalam adat Minang lampau,- berlawanan dengan cara bicara orang Minang yang straight to the point, malah berbicara dengan mertua itu harus berkias-kiasan. Maksudnya Pakai MAJAS, apakah itu metafora atau personifikasi. Gak bisa bermajas artinya nggak selamat dengan Mertua. Ampun deh!!! Generasi sekarang malah berbahasa Alay seperti Ciyus?? Miapah…. *OMFG*
In my humble opinion, faktor-faktor diatas yang membuat Minang dahulu tidak sama lagi dengan Minang zaman sekarang. Lagian, “Life is like a wheel, sometimes you’re at the top, sometimes you’re at the bottom. The world turns.”
Ada lagi persamaan yang saya temui antara Minang dan Belanda. Menurut si teman Belanda, wanita belanda itu feminist banget, di Belanda, wanita Belanda sangat berkuasa, yang mengatur keuangan dan sebagainya, sedang prianya nurut-nurut aja. Mungkin, karena itu cowok Belanda suka wanita Indonesia, apalagi wanita jawa yang sangat nunduk sama pria. Du duduuuu …
Hmmm, ternyata wanita belanda kelakuannya nggak jauh beda sama wanita di adat Minang. Mungkin karena sistem garis keturunan ibu, dimana wanita punya peranan besar di keluarga, sang ibu/nenek lah yang biasanya jadi otak didalam rumah tangga. Ke-egaliteran dlm budaya Minang membuat wanita dan pria bisa dikatakan setara. Dalam adat Jawa, membantah perkataan pria/suami mungkin hal yang tabu, dalam adat Minang,- hal yang biasa. Dan  faktanya wanita Minangkabau sudah menuntut ilmu jauh sebelum ibu Kartini dan gerakan emansipasinya.
Contohnya, Rohana Kudus yang lahir lebih awal dari ibu Kartini mencetak banyak prestasi di banding ibu Kartini, namun begitulah…. Sejarah kadang hanya lebih ditekankan oleh siapa yang paling berkuasa. Tapi ini bukti, Minangkabau sudah mengenal kata feminist sejak berabad-abad silam. (hmm, saya juga kurang tau beda antara Matriarch vs Feminist, mungkin ada yang tau??)
Dulu, saya termasuk orang yang lebih mentingin rasa kenasionalitasan dibanding kedaerahan. Tapi belakangan…. setelah membaca-baca tweet figur publik dan isi otak orang Indonesia tentang film Hanung yang dengan sembrononya dengan suku Minang, perlahan-lahan,-kepedulian akan rasa nasionalitas pudar sudah.
Kerukunan beragama di Minangkabau jauh lebih baik dibanding Jakarta atau daerah lain, bahkan saat demo 98, khabarnya orang Jakarta selalu mengirim ‘Beha’ ke orang Minang, karena kita paling malas demo-demoan dan dianggap pengecut atau kurang kompak. Suatu hari dulu pernah menguping pembicaraan supir angkot yang dibayar untuk demo, dia bilang ketemannya,- dibanding demo-demoan nggak jelas, mending ‘narik’, penghasilan lebih dari demo bayaran. Menurut saya, sangat tipikal orang Minang, banyak dari kita tidak puas hanya dengan gaji yang dibayar, kalau kita bisa menghasilkan lebih mending kita usaha sendiri daripada disuruh-suruh.
Eh, kehabisan ide bikin film, bawa-bawa isu agama dengan memutar balikan fakta diranah yang tenang dan damai (kecuali dengan gempa..eii). Apa nggak kepikiran dengan dia, hal ini bisa menjadikan rasa nggak nyaman untuk kerukunan di kampung orang. Malah para selebtwit dengan sotoy nya menuduh kita yang protes adalah orang primitif. Eloo tuh yang kurang adat, nggak ngerti pepatah, ‘dimana bumi dipijak, disana langit dijunjung’ yang artinya, dimana pun lo berada, Hargai budaya setempat.
Kalau begini nih, sempat terbersit kenapa sih kita harus jadi bagian NKRI, udah rasis dan kurang toleransi, sotoy pula!!! Emangnya enak, menanggung dosa daerah lain padahal kita yang nggak tau apa2 jadi kena getahnya, daerah lain yang tukang bakar-bakar gereja eh atas nama Indonesia tercinta kita yang kena,— D.A.M.N
Sangat merindukan Indonesia yang positif, bukan Indonesia yang negatif, diracuni dengan medianya sendiri.
Pengalaman stereotype lainnya ; ‘Emang benar ya…. Padang itu Cinanya Indonesia’
‘Hah, … kok bisa gitu..‘,-saya nanya balik,  si penanya itu juga nanya dan nggak tau jawabannya, karena dia juga dengar-dengar dari orang.
Ada yang tau kenapa begitu??
Atau mungkin, Padang dan China sama-sama suka berdagang, selalu ada dimana-mana, lalu….  sama2 gigih, terbukti,- di Sumatera Barat, yang menguasai perekonomian itu bukan warga keturunan seperti di provinsi lainnya,- tapi seimbang, Hanya itu yang bisa saya tafsir dari kalimat sipenanya itu. Atau mungkin ada hal-hal negatif yang nggak diutarakan. Ah, saya nggak mau berpikiran buruk.
Dan belakangan, terdengar rumor kalau orang Padang itu keturunan Yahudi. Wahhh, keren banget!!!! hahahaha…. Mau merasa tersanjung atau gimana gitu disamakan dengan yahudi. Orang Yahudi kan ganteng-ganteng dan yang cewek wajahnya ala Natalie Portman. :D .
Udah Ge-er duluan, atau jangan2 ada hubungannya dengan istilah Padang bengkok atau licik?? *Yuk, kita tanyakan pada Galileo*
Ironisnya, di Singapore dan Malaysia, ketika saya mengaku orang Minang,,,, nggak ada yang stereotypenya Padang pelit, bengkok dsb. Kalau di Singapore, saya bilang dari Padang, reaksinya  ’Ohh, Jadi nasi Padang itu dari sebuah daerah di Indonesia… I see, I see, nice to know….’. 
Sedangkan di Malaysia, sepertinya mereka lebih welcome dengan orang Minang dibanding Indons. Saya kaget waktu bertemu rombongan Malaysian di Krabi saat makan malam, ketika saya bilang dari Indonesia, reaksinya biasa aja, dan ketika dia nanya which part of Indonesia, saya jawab Sumatra Barat.——- Reaksinya berubah 180 derajat. Mereka keliatan semangat dan mengaku dari negeri sembilan dan mulai berbahasa Minang. Ketika saya agak canggung berbahasa Minang dan memilih berbahasa Inggris, mereka agak curiga, serius nih orang Minang. Akhirnya bercakap Minang dengan orang Malaysia, baru deh komunikasi lancar jaya. Meski ada perbezaan sikit.
Saya kagum dengan orang Malaysia keturunan Minang ini, padahal sudah lebih dari 5 abad yang lalu nenek moyang mereka meninggalkan ranah minang, tapi mereka nggak pernah lupa akan asal usulnya, tentunya mereka berhak mengakui rendang dan mendirikan rumah gadang di sana, jangan tuduh curi budaya pula my fellow Indonesians, pelajari sejarah, jangan sampai kita dijadiin bahan ketawaan saudara serumpun.
Oops, tapi nggak bisa disalahkan juga. Mata pelajaran disekolah kita sangat Jawasentris. Mana pernah kita diceritakan kalau Kerajaan Minangkabau itulah yang punya pengaruh besar ke Melayu di Malaysia sekarang sampai ke Bruney, kepulauan Sulu di Filipina Selatan.
Di ketawain orang Malaysia yang sengaja mengukur wawasan orang Indonesia tentang Nusantara, ini karma bagi kita, kenyang di dongeng-in Sukarno dengan Majapahit dan sebagainya, yang faktanya sejarah Majapahit juga masih kabur. Sukarno dengan khayalannya tentang Kerajaan Melayu takluk dengan Majapahit, dan tidak ada bukti atau prasasti sama sekali tentang itu. Nggak seperti, orang Minang dinegri sembilan yang sampai sekarang masih berbahasa Minang, dan mendirikan rumah adat Minang, padahal di abad yang sama.
Yang paling menyedihkan, orang Minang juga ikut-ikutan ribut tentang Rendang punya siapa dengan Malaysia. Pernah dulu saya menulis ini di blog, teman Padang saya malah menyindir di statusnya kalau saya nggak tau sejarah tentang kehebatan Majapahit. Halo urang awak, mau aja dibodoh2in sejarah ciptaan Sukarno. Ini akibat buku sejarah yang nggak pernah jujur menceritakan fakta sebenarnya.
Untung saya melanglang buana ke Malaysia dan Singapore, saya jadi banyak tau tentang cerita yang sebenarnya dibanding buku dongeng disekolah. Saya baru tau ini ditahun 2008, ketika saya dan kedua teman dari Belanda dan Swedia menjelajah Malaka. Hati ini pun jadi bertanya-tanya, mana yang katanya Malaka pernah dikuasai Majapahit. Peninggalan Portugis, Belanda dan Minangkabau lah yang sangat jelas ditemui di Melaka. Bukan Majapahit. Uh, bermimpi.
Tahun 2008, Saya, teman Swedia dan Belanda menyewa mobil dan melakukan road trip dari Johor ke Melaka. Di sepanjang perjalanan, teman Belanda dan Swedia yang sebulan sebelumnya baru saja mengembara ke Sumatera Barat nyeletuk waktu mereka melihat sekumpulan ibu-ibu berjilbab membuat ‘lemang’, ‘Mirip-mirip di West Sumatera yah budayanya????’ Nah lhoooo…. Orang bule yang nggak tau apa-apa tentang Melayu dan Minangkabau sampai berujar demikian. Pernyataan mana lagi yang akan kamu sangkal.
Saya bukan anti-Sukarno, tapi saya dan banyak orang Minang tentu tidak respect dengan Sukarno setelah apa yang telah dia lakukan. Sukarno banyak menzolimin orang Minang dari membunuh 30.000 nyawa orang Sumatera Tengah (paling banyak Minangkabau) saat PRRI. Menceritakan omong-kosong tentang kerajaan Majapahit yang menguasai Sumatera, padahal bukti-bukti tentang itu tidak jelas. Serta memecah Sumatera Tengah sehingga komunitas Minang  menyusut dan perlahan-lahan menjawanisasikan budaya-budaya lainnya. Bhineka Tunggal Ika hanya pajangan dinding.
Mungkin teman-teman Jawa akan shock mendengar penuturan ini, mereka harus tau,- Kalau Sukarno juga Gus Dur, tidak pernah populer di Sumatera. Hanya orang Jawa yang mendewakan Sukarno, sedangkan kita orang Sumatera muak ketika dia memanggil dirinya Paduka Raja. Sejak kapan Indonesia yang republik berubah menjadi Monarki.
Setelah ketak ketik panjang lebar, terkadang memang lebih menyenangkan hidup diluar Indonesia, tanpa menyandang embel-embel kesukuan, bukannya nggak bangga dengan suku sendiri….  hanya, tampaknya hidup lebih bebas dan tenang tanpa beban stereotype.

Oh ya...tulisan ini bukan bermaksud kesukuan/ras, tapi hanya tulisan untuk memperkaya khazanah tipe suku di Indonesia. Kurang lebihnya mohon maaf, dan semoga pembaca dapat menambah ilmunya.

12 komentar:

Anonim mengatakan...

mbak...

tolong yaa jadi manusia kreatif dikit. Ini bukan tulisan mbak... aslinya dari blog ini

http://myunspokenminds.wordpress.com/2013/01/22/s-t-e-r-e-o-t-y-p-e/#comment-899

Anonim mengatakan...

oww ternyata, minang adalah biang keladi segala kerusuhan dan semangat perpecahan di indonesia...semoga Allah mengampuni dosa orang minang dan tdk menimpakan gempa lagi di wilayah minang...

Anonim mengatakan...

hai dungu!!!!!. org minang bukan biang keladi. org minang yang paling banyak memperjuangkan negara merdeka dari penjajahan. makanya banyak2 baca buku sejarah, tolol... pengetahuan cetek sok komen lo!!!!!

Anonim mengatakan...

rese dan tidak bisa berbaur, selalu mengagungagungkan ras nya.

Anonim mengatakan...

atas nama minang saya minta maaf,mungkin yg nulis dalam keadaan sakit harap maklum

ERYN mengatakan...

begok, bangga banget jadi orang minang, kasar! paling merasa tau adat! hmmmm

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Anonim mengatakan...

minang bodoh ranking paling akhir di kelas saya aja rata2 orang minang , nampak dikit org minang yg sukses di bangga2in dasar gk tau malu, ras minang ras yg paling songong didunia bacod gede minim prestasi bisanya ngomong pantek

Anonim mengatakan...

Udah gk perlu ribut, kita nunggu indonesia di bagi bagi oleh orang luar aja lagi hehehee..

Unknown mengatakan...

Pantek......
Ribuik se karajo ang ma
Den kalalok a......

Unknown mengatakan...

Alcandra tahar, imam besar masjidil haram, haji piobang, buya hamka, lebih di hargai di dunia dibanding gusdur dan tokoh liberal lainya, camkam itu

Unknown mengatakan...

Gw males main sama orang minang tapi orang minangnya ajah maunyq main sama kita orang jawa soalnya minang itu bego gak kaya kita orang jawa jenius